Konsep sederhana dari sebuah aktivitas keuangan baik dalam perencananaan dan realisasi dimanapun adalah bagaimana meningkatkan pendapatan dan menurunkan belanja untuk mencapai surplus anggaran yang tinggi. Tulisan kali ini mencoba mengulas kemungkinan kebijakan yang akan diambil oleh pemerintahan baru 5 tahun mendatang.
Struktur APBN Tahun 2014 secara garis besar memuat PENDAPATAN yang berasal dari:
1. Penerimaan Dalam Negeri berupa Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
2. Hibah.
Dan pada sisi BELANJA yang berasal dari:
1. Belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan pembayaran kewajiban hutang, subsidi, belanja hibah, belanja sosial, dan belanja lainnya.
2. Transfer ke Daerah yang dialokasikan sebagai dana perimbangan, dan dana otonomi khusus dan penyesuaian.
Untuk detail dan contoh APBN 2014 bisa dilihat dalam gambar terlampir atau download di http://www.kemenkeu.go.id/Data/realisasi-apbn-ta-2014-25-juli-2014-i-account.
Pertanyaan krusialnya adalah:
"Unit pendapatan mana secara persentase yang akan digenjot oleh Jokowi-Kalla untuk ditingkatkan, dan unit belanja mana yang akan digenjot pula oleh Jokowi-Kalla untuk diturunkan pada masa kepemimpinannya ke depan?"
Jika mengamati beberapa kesempatan pernyataan beliau-beliau baik ketika debat pilpres maupun setelah terpilih, sepertinya unit yang akan digenjot ditingkatkan pendapatannya adalah bersumber dari pajak, dan unit yang akan diturunkan belanjanya adalah belanja pegawai dan subsidi.
Tiga item tersebut yang beberapa kali digadang-gadang akan diterapkan dalam kebijakan pemerintahan Jokowi-Kalla. Pernyataan seperti meningkatkan pendapatan pajak, mengurangi tunjangan PNS, dan menaikkan harga BBM (mengurangi subsidi) adalah seringkali kita dengar dari pernyataan beliau-beliau.
Belum sempat saya dapatkan mereka berdua secara intensif mengatakan akan meningkatkan pendapatan melalui non-pajak misalnya dengan meningkatkan pendapatan BUMN, atau mengurangi beban belanja lainnya semisal negosiasi pembayaran hutang dalam negeri dan luar negeri.
Memperhatikan kenyataan ini, bagi saya yang bukan alumni Fakultas Ekonomi yang pernah belajar ekonomi makro dan mikro, ekonomi pembangunan, dan strategi kebijakan, boleh ditarik hipotesis sementara bahwa sepertinya kebijakan yang paling mendasar dari pemerintahan ke depan adalah meningkatkan sumber pendapatan yang berasal dari rakyat (pajak), dan mengurangi belanja yang diperuntukkan buat rakyat (subsidi).
Padahal harapan saya pribadi adalah pemerintah ke depan dapat meningkatkan pendapatan yang berasal dari perdagangan ke luar negeri semisal melalui penguatan pendapatan BUMN baik migas maupun non-migas, dan mengurangi belanja untuk luar negeri semisal negosiasi hutang.
Semoga saja hipotesis saya tidak teruji benar agar rakyat yang sudah berat beban hidupnya ini tidak semakin terbebani lagi. Rakyat tidak diposisikan sebagai KUDA yang terus harus berlari kencang untuk menyamankan JOKInya, sang Penguasa. Aamiin ...
Struktur APBN Tahun 2014 secara garis besar memuat PENDAPATAN yang berasal dari:
1. Penerimaan Dalam Negeri berupa Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
2. Hibah.
Dan pada sisi BELANJA yang berasal dari:
1. Belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan pembayaran kewajiban hutang, subsidi, belanja hibah, belanja sosial, dan belanja lainnya.
2. Transfer ke Daerah yang dialokasikan sebagai dana perimbangan, dan dana otonomi khusus dan penyesuaian.
Untuk detail dan contoh APBN 2014 bisa dilihat dalam gambar terlampir atau download di http://www.kemenkeu.go.id/Data/realisasi-apbn-ta-2014-25-juli-2014-i-account.
Pertanyaan krusialnya adalah:
"Unit pendapatan mana secara persentase yang akan digenjot oleh Jokowi-Kalla untuk ditingkatkan, dan unit belanja mana yang akan digenjot pula oleh Jokowi-Kalla untuk diturunkan pada masa kepemimpinannya ke depan?"
Jika mengamati beberapa kesempatan pernyataan beliau-beliau baik ketika debat pilpres maupun setelah terpilih, sepertinya unit yang akan digenjot ditingkatkan pendapatannya adalah bersumber dari pajak, dan unit yang akan diturunkan belanjanya adalah belanja pegawai dan subsidi.
Tiga item tersebut yang beberapa kali digadang-gadang akan diterapkan dalam kebijakan pemerintahan Jokowi-Kalla. Pernyataan seperti meningkatkan pendapatan pajak, mengurangi tunjangan PNS, dan menaikkan harga BBM (mengurangi subsidi) adalah seringkali kita dengar dari pernyataan beliau-beliau.
Belum sempat saya dapatkan mereka berdua secara intensif mengatakan akan meningkatkan pendapatan melalui non-pajak misalnya dengan meningkatkan pendapatan BUMN, atau mengurangi beban belanja lainnya semisal negosiasi pembayaran hutang dalam negeri dan luar negeri.
Memperhatikan kenyataan ini, bagi saya yang bukan alumni Fakultas Ekonomi yang pernah belajar ekonomi makro dan mikro, ekonomi pembangunan, dan strategi kebijakan, boleh ditarik hipotesis sementara bahwa sepertinya kebijakan yang paling mendasar dari pemerintahan ke depan adalah meningkatkan sumber pendapatan yang berasal dari rakyat (pajak), dan mengurangi belanja yang diperuntukkan buat rakyat (subsidi).
Padahal harapan saya pribadi adalah pemerintah ke depan dapat meningkatkan pendapatan yang berasal dari perdagangan ke luar negeri semisal melalui penguatan pendapatan BUMN baik migas maupun non-migas, dan mengurangi belanja untuk luar negeri semisal negosiasi hutang.
Semoga saja hipotesis saya tidak teruji benar agar rakyat yang sudah berat beban hidupnya ini tidak semakin terbebani lagi. Rakyat tidak diposisikan sebagai KUDA yang terus harus berlari kencang untuk menyamankan JOKInya, sang Penguasa. Aamiin ...
No comments:
Post a Comment