Alkisah pada suatu masa ada seorang bernama Melodi menemui sahabatnya yang bernama Dolemi. Keduanya seorang wanita dan sudah akrab sejak usia anak-anak. Ketika masih bocah mereka sering bermain bersama. Tidak jarang permainan mereka beresiko tinggi yang bisa membuat mereka terluka, seperti menaiki pohon tinggi di sisi sungai untuk kemudian melompat ke sungai.
Selepas SMA keduanya harus berpisah. Melodi menikah dengan seorang pria dan mengikuti suaminya ke negeri seberang, sementara Dolemi harus melanjutkan studi, menempuh kuliah di salah satu kota pelajar dengan mengambil Jurusan Teknik Kimia.
Sudah hampir 5 tahun mereka tak pernah berjumpa, namun komunikasi mereka tetap terjaga melalui surat atau pun telepon. Hingga pada suatu saat Dolemi akan diwisuda, dan Melodi bersama suaminya berkesempatan pulang kampung sambil membawa buah hatinya yang berusia 3 tahun 5 bulan. Dan akhirnya mereka bisa bertemu.
Dolemi sendiri sebelumnya sudah mengabarkan bahwa dalam pertemuan nanti selain untuk melepas kerinduan, ia akan bercerita banyak hal tentang perjalanan hidupnya, khususnya soal asmaranya.
Dan pada saat pertemuan tersebut dimulailah perbincangan di antara keduanya.
Dolemi memulai ceritanya:
"Mel, alhamdulilah 3 hari lagi, tanggal 19 November 2014, aku akan menjalani prosesi terakhir perjalanan studiku dengan mengikuti wisuda. Ada perasaan bahagia karena aku dapat menjalani studiku dengan lancar. Tepat 5 tahun 3 bulan aku dapat menyelesaikan studiku. Orang tuaku juga amat bahagia melihatku bisa lulus tepat waktu, apalagi aku sudah diterima kerja di salah satu perusahaan minyak dunia untuk memulai karirku sebagai insinyur."
"Namun ada persoalan yang masih mengganjal. Sejak awal orang tuaku berharap agar ketika nanti menyelesaikan studi, aku bisa langsung mendapatkan calon suami dan bersegera menikah sebelum aku kerja."
"Aku sudah berusaha untuk bisa memenuhi keinginan orang tuaku tersebut. Sudah ada 3 pria yang mendekatiku, dan kami menjalani masa pacaran. Namun tidak lebih dari 5 bulan kisah kasih kami selalu kandas di tengah jalan. Boleh dikatakan aku sekarang mengalami trauma untuk mencari lagi pria yang akan aku jadikan kekasih dan pendamping hidup. Kandasnya hubungan kami bukan karena kesalahan yang aku lakukan, tapi karena ketiganya terbukti selingkuh dengan wanita lain."
"Mereka mengakui kesalahannnya dan minta maaf. Tapi aku sudah terlanjur tidak mempercayai mereka. Dan hingga saat ini, aku belum mencoba lagi mencari kekasih baru. Aku sebenarnya merasa tidak enak kepada orang tuaku, karena mereka sangat mengharapkan aku dapat menikah selepas aku lulus kuliah. Beruntung mereka memahami kondisiku. Terutama ayahku yang sangat mengerti tentang kondisiku, beliau amat bijak dalam memahami persoalan-persoalan dalam hidupku."
"Mel, traumaku mungkin boleh dikatakan sudah kategori tingkat dewa. Tiga kali dibohongi oleh pria membuatku menjadi sangat tidak respek pada pria. Bahkan aku menganggap semua pria sama saja."
"Aku sering terfikir, apakah karena aku relatif pendiam, aku jadi mudah dibohongi oleh laki-laki? Sampai-sampai aku sempat merubah sikapku dari pendiam menjadi banyak omong supaya laki-laki tidak berani mendekat... Hahahha .... Tapi ternyata aku sadar bahwa itu tidak benar. Aku sama saja membohongi diri sendiri, tidak berlaku apa adanya yang malah hanya akan menarik seorang laki-laki yang tidak apa adanya juga untuk mendekatiku lagi."
"Kecuali kepada orang tuaku, kamulah satu-satunya orang lain yang mengetahui masalahku ini. Aku sudah kehilangan cara bagaimana caranya bisa membangkitkan harapan dan semangat lagi untuk dapat mencintai seorang pria. Kamu bisa bantu aku Mel...? Aku percaya sama kamu. Semasa kita bersahabat sejak kecil, kamu selalu bijak dalam menyelesaikan persoalan. Masih ingat kan waktu kamu dijodohkan untuk menikah dengan pilihan orangtuamu, padahal saat itu kamu sudah punya pacar, Mas Fadha. Kamu mampu menjelaskan dan meyakinkan orang tuamu bahwa pilihanmu adalah yang terbaik tanpa menyakiti perasaan mereka. Dan sampai saat ini kamu bisa menunjukkan kepada orangtuamu dengan rumah tanggamu yang toto tentrem, keluarga samara."
Sejenak kemudian Melodi menjitak Dolemi ... Jetaaak!
Dolemi berseru: "Kenapa kamu menjitak saya Mel?!"
"Maaf, tadi terpaksa aku jitak kamu, sakit gak?", Melodi senyum-senyum seakan tak mengindahkan pertanyaan Dolemi.
"Lumayan sakit laaah!", tukas Dolemi.
"Itulah masa lalu. Seringkali menyakitkan tapi tak bisa terulang kaya software komputer yang bisa diklik UNDO atau CTRL + Z kalau kita salah memberikan perintah pengerjaan", Melodi mulai menjelaskan.
"Tidak ada yang kebetulan dalam hidup. Bahkan persahabatan kita pun bukanlah sebuah kebetulan. Sebuah proses panjang tidak hanya karena kita bertetangga waktu kecil. Tapi pertemuan kita diawali dari pertemuan orang tua kita masing-masing. Mereka menikah, dan akhirnya kita terlahir. Bahkan pertemuan kita saat ini pun bukan karena kebetulan pula. Kita sering berkomunikasi, dan merencanakan terjadinya pertemuan kita hari ini.", lanjut Melodi.
"Kehidupan mungkin sudah diatur oleh Tuhan, namun Tuhan pula lah yang memberi kesempatan kita untuk memilih. Dan pilihan kita adalah takdir kita pada masa yang akan datang. Setiap kejadian dalam hidup bagaikan titik-titik penuh warna yang akan membentuk suatu kurva. Jika kita tidak bergerak dari titik awal, maka kurva kehidupan menjadi tidak terbentuk. Hanya sebuah titik."
"Kita tinggal menata titik-titik tersebut menjadi sebuah kurva yang indah. Dan kitalah yang paling berperan dalam mendesain kurva yang indah tersebut. Kamu tadi cerita bahwa studimu tepat diselesaikan dalam waktu 5 tahun 3 bulan. Ketepatan waktu studimu itu adalah karena proses belajarmu dalam mengikuti perkuliahan dan tugas-tugas studi lain. Dan aku yakin dalam perjalanan mengikuti kegiatan studimu pasti ada hal-hal yang kamu ingin capai tapi tidak terwujud, semisal target nilai ujian yang tidak terpenuhi."
"Bahkan jika kamu sadar, jumlah tahun dan bulan masa studimu itu adalah sama dengan jumlah bulan maksimal durasi pacarann kamu dan jumlah pria yang pernah dekat dengan kamu. Bahkan pula sama dengan angka bulan dan angka tahun usia anakku loh, 3 tahun 5 bulan.", Melodi menegaskan sambil tetap melemparkan senyum simpulnya.
"Percayalah, masih ada pria yang akan menjadi kekasih sejatimu. Jangan pernah punya kesimpulan bahwa semua pria sama saja dalam arti buruk. Jangan hanya melihat sisi buruknya saja. Tadi kamu bercerita juga kan bahwa ayahmu begitu memahami setiap kondisi persoalan hidupmu, dan ayahmu seorang pria kan?!.".
"Sahabatku..., jikalau cinta tak hadir lagi dalam hatimu, bukanlah cinta itu sedang menghampa ... Namun dia tersembunyi pada bilik lain yang lebih dalam hingga ada sesorang yang lebih tangguh kan menemukannya dan berujar dengan bahasa hatinya: _"aku kan menjadi tautan cintamu yang tlah engkau simpan indah dalam bilik yang terjaga hingga aku kehilangan nafas terakhirku."
"Yuk bangkit. Masa depan sudah menjemputmu. Jangan hitamkan masa depanmu dengan buramnya hati di saat ini. Aku yakin kamu bisa. Buktinya kamu bisa kuliah, sementara aku langsung gendong anak...hehehhe ..."
"Jangan pula pernah takut dengan resiko hidup. Dulu kita sering main bareng manjat pohon yang penuh resiko bisa jatuh dan terluka, tapi kita bisa menjalaninya dengan penuh kebahagiaan. Walau kita pernah terjatuh saat itu, tapi kita bisa belajar dan memanjat lagi, akhirnya tidak terjatuh lagi.", Melodi mengakhiri penjelasannya.
Dolemi mengangguk-angguk pelan sambil memperlihatkan binar matanya yang menandakan kepuasan mendapatkan penjelasan dari sahabatnya. Bahkan semangat baru terpancar dalam kegembiraan parasnya nan ayu.
Melihat sahabatnya sudah memahami penjelasannya, sejenak kemudian Melodi mengajak Dolemi bangkit dari tempat duduknya.
"Bagaimana kalau kita sekarang menikmati hidup dengan makan bakso kesukaan kita di seberang sekolah. Jangan khawatir aku yang traktir deh, kamu kan belum punya penghasilan.. hahahahaha ... "
Namun sebelum Dolemi bangkit dari tempat duduknya, kembali Melodi melayangkan tangannya bermaksud menjitak lagi kepala Dolemi.
Dolemi dengan cekatan menghindar jitakan Melodi sambil berseru: "Hei, kamu sekarang hobi njitak orang ya.?!!"
Melody tertawa pelan sambil berujar:
"Bukan sahabatku..!, Aku sedang mengajarkanmu belajar dari kejadian masa lalu. Dan kamu sekarang sudah lulus belajar dari kejadian jitakan pertamaku yang pernah menyakitkanmu. Selamat!.."
Mereka pun akhirnya meluncur ke Tukang Bakso Surga yang terletak di sebelah sekolah mereka.
No comments:
Post a Comment