Saat itu tidak banyak uraian dari saya berkaitan dengan latar belakang motivasi atau basis dukungan dari masing-masing pendukung pada keseluruhan segmentasi yang ada. Dan akan saya coba ulas di sini.
Secara garis besar, basis dukungan memiliki 4 (empat) latar belakang yang khas, yakni:
1. Pendukung Berbasis Kedekatan Ideologi
2. Pendukung Berbasis Kepentingan Pragmatis
3. Pendukung Berbasis Kecukupan Berfikir
4. Pendukung Berbasis Kealamian Berfikir
Masing-masing pribadi atau kelompok pendukung bisa jadi memenuhi satu, dua tiga atau bahkan empat kategori tersebut. Namun salah satu dari keempatnya pasti ada yang paling kuat menjadi pertimbangan dalam mendukung Jokowi.
1. Pendukung Berbasis Kedekatan Ideologi
Jika melihat peta segmentasi pendukung, maka pendukung yang berbasis ideologi berasal dari Kaum Sekuler seperti Fasis, Ateis, dan Komunis (FAK), Islam Tradisional dan Dogmatis, Kelompok Syiah dan sebagian NU, Islam Liberal, dan sebagian besar Non Muslim Militan. Kelompok ideologi adalah kelompok yang paling sulit berubah, apalagi jika militansinya kuat. Kelompok pendukung ini bisa berasal dari berbagai partai, berbagai profesi, dan berbagai komunitas lain. Beberapa diantara mereka termasuk kaum pemikir. Di kalangan elit, tokoh masyarakat ataupublic figure, mereka adalah ibarat para ‘menteri’ dan ‘panglima’ yang menggerakan pendukung di keempat kategori tersebut.
Maka tidak heran pada banyak media mainstream, elit dan tokoh tersebut khususnya yang berlatar belakang akademisi, peneliti, atau pun seniman populer, dijadikan sebagai trigger (pemicu) melajunyasnowball sebuah opini.
Pendukung kategori ini relatif lebih sulit untuk berubah pendirian karena kekuatan kesamaan ideologi tadi. Walaupun ada kekecewaan terhadap beberapa sikap Jokowi, mereka masih menyimpan harapan secara umum bahwa Jokowi bersa KIH lebih mampu memfasilitasi tumbuh kembangnya ideologi mereka. Dan ini terbukti terjadi pasca Jokowi menjadi Presiden, seperti pada kasus fasilitasi kemudahan gerakan syiah, terbukanya kristenisasi, pengosongan kolom agama di KTP, dan sebagainya.
2. Pendukung Berbasis Kepentingan Pragmatis
Pendukung Kategori Kedua ini tak mesti harus sama ideologi. Bahkan dari partai-partai yang berbasis religius (baca: Islam) atau ormas Islam pun sangat memungkinkan menjadi pendukung tipe kategori ini. Sodorkan kesamaan kepentingan jabatan (untuk dunia), harta (untuk dunia), bisnis (untuk dunia), latar belakang kadaerahan, dan aspek primodialisme yang lain (atas nama dunia) maka akan sepenuh hati dan otot untuk mendukung Jokowi.
Maka tidak heran selepas Jokowi terpilih, dalam rangka menggoda iman mereka, yang disodorkan sebagai umpan kepada partai-partai Islam adalah kursi menteri (lagi-lagi dengan tujuan dunia). Secara komunitas partai mungkin akan sulit didapatkan, tetapi elit-elit partai akan mudah digoyang ideologi keislamannya dengan virus wahn (cinta dunia dan takut mati). Dan komentar dari para elite di kategori ini lagi-lagi dijadikan sebagai snowball trigger kepada masyarakat melalui media mainstream suporter KIH.
Berbeda halnya dengan pendukung berbasis ideologi, maka pendukung kategori ini akan mudah pindah haluan. Syaratnya cukup mudah, kepentingan pragmatis mereka tidak terfasilitasi oleh Jokowi dan KIH. Fenomena beralihnya sebagian elite atau organisasi relawan atau bahkan media mainstream dalam pendukung tipe ini bisa dijadikan sebagai gambaran nyata betapa mudahnya mereka berubah haluan jika tidak mendapatkan ‘buah’ dukungannya.
3. Pendukung Berbasis Kecukupan Berfikir
Pendukung Kategori Ketiga adalah pendukung dengan persentase paling banyak, saya perkirakan lebih dari 70% total pendukung yang mencoblos (akun siluman tidak termasuk). Pendukung tipe ini seringkali ngototnya lebih hebat dari para pendukung tipe pertama dan kedua yang justru sebenarnya adalahthink maker. Dan pendukung kategori ini banyak berkeliaran di sosial media.
Walau didominasi oleh latar belakang pendidikan dasar dan menengah, tidak sedikit pula pendukung kategori ini termasuk berlatar belakang pendidikan tinggi namun awam persoalan ilmu politik, ekonomi, sosial, filsafat, dan sejenisnya. Mereka belum atau tidak berfikir secara komprehensif atau holistik dalam menganalisis sesuatu. Dan tidak sedikit pula pendukung kategori ini adalah tokoh-tokoh terkenal. Mereka para tokoh tersebut mengenal dan menilai Jokowi hanya dari satu atau dua sisi tanpa melakukan observasi lebih lanjut dengan memperbanyak variabel ukur dan meninjaunya dari banyak aspek.
Salah satu ciri dari pendukung ini yang aktif di sosial media adalah kalau sedang diajak berdiskusi akan berujung debat. Dan kalau kalah argumentasi atau pun uji data dalam berdebat, mereka menggunakan jurus OOT alias Out of Topics atau bahkan tinggal pergi tanpa pesan. Tidak ada case closed dalam proses diskusi apalagi debat.
Ciri lain dari mereka adalah selalu melakukan generalisasi pada pendukung Koalisi Merah Putih (KMP). Membuat asumsi bahwa seluruh pendukung KMP sama saja atau bahkan seperti perilaku mereka. Postingannya juga lebih banyak kampanye dibandingkan membuka ruang diskusi atau ilmu pengetahuan. Bahkan sebagian dari tipe pendukung ini adalah kelompok yang sejak awal sudah tidak respek dengan KMP atau Prabowo secara personal.
Karakteristik lainnya lagi adalah jika berdebat dalam media sosial biasanya tidak berani untuk berargumentasi dulu dengan mengerahkan seluruh potensi akalnya. Namun mereka harus menunggu dulu argumentasi dari Jokowi atau think maker dari elite Pendukung Kategori 1 dan Kategori 2 di atas. Bahkan mereka yang berjenis kelamin pria lebih menyukai ‘aktivitas kewanitaan’ seperti gosip menggosip, sindir menyindir, olok mengolok, atau puji memuji ‘idolanya’.
Maka tidak heran jika seringkali ditemui, manakala ada perilaku Jokowi yang dianggap tidak sesuai dengan hati nurani mereka, maka mereka menunggu dulu ada penjelasan yang bisa ‘dimasukkan akal’ sebagai bahan adu argumentasi. Proses pembenaran akhirnya tumbuh di sini. Sebab mereka berargumentasi bukan karena produk fikir mereka sendiri, namun ‘asal comot’ argumentasi orang lain.
Mungkin pendukung seperti inilah yang sebagian masyarakat mengistilahkan dengan pendukung cinta buta atau para fans club. Mereka menganggap Jokowi seperti artis idola. Setiap kesempatan selalu mencari pesona Jokowi dan langsung merepublikasikan di media sosial kesayangannya dan diberikan sedikit komentar seperti 'I Love You Jokowi', 'Satrio Paningit yang ditunggu-tunggu', 'Semakin Cinta', dan ungkapan ‘keremajaan’ sejenisnya. Contoh sederhananya, Jokowi dipasang di cover Times dipujinya lebih selangit dibandingkan prestasi Habibie di dunia internasional misalnya.
Saya pribadi lebih menyukai menyebutnya denganRobot Supporter. Mudah dikendalikan oleh 'sang remote' tapi amat mudah kongslet dan terbakar kalau sirkuitnya kena air atau hubungan singkat. Pemegang remotenya tentunya adalah Jokowi itu sendiri dan para think maker yang melemparkan bola salju untuk mengendalikan opini publik melalu media mainstream nya.
Ketika menemui banyak kekeliruan Jokowi dan dibenarkan oleh hati nurani, kategori pendukung berbasis kecukupan berfikir ini sebagian ada yang langsung berubah menjadi tidak mendukung, dan sebagian lain tetap menjalankan romansa kecintaannya pada sang idola. Bahkan ada sebagian lagi yang mengambil sikap ‘diam tanpa pesan’ karena malu-malu mengungkapkan kebenaran atau perubahan dukungannya.
Jangan banyak berharap bisa menemukan kritikan konstruktif kepada Jokowi dari pendukung kategori ini. Sebab amat jarang yang melakukannya. Yang mereka lakukan malah sebaliknya, meminta orang lain untuk berlaku seperti mereka, memberikan dukungan dan memuji Jokowi. Bagi mereka, semua hal yang dilakukan Jokowi diupayakan harus benar terlebih dahulu. Atau bahkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Jokowi juga harus dipanadang benar pula seperti misalnya perilaku menterinya, perilaku KIH, dan aktivitas turunan lainnya, bahkan pada hal yang sekecil mungkin. Pembelaan lebih didahulukan daripada penelusuran kebenaran.
Tentu masih ingat bagaimana pembelaan serampangan pada kasus seperti Mbak Susi merokok, ketidakseragaman informasi sumber dana Program Kartu atau KIH membuat DPR Tandingan.
4. Pendukung Berbasis Kealamian Berfikir
Pendukung Kategori Keempat ini adalah pendukung yang memiliki tingkat rasionalitas paling tinggi. Mereka mendukung karena benar-benar dari produk fikir mereka. Melalui penelusuran yang mendalam terhadap referensi yang berkaitan dengan Jokowi, dan melakukan analisis komparasi atau pengambilan keputusan dengan menggunakan variabel yang sekomprehensif mungkin. Jumlahnya relatif sedikit, dan amat jarang ditemui ekplorasi pemikiran mereka di sosial media. Namun sekali menulis, kemampuan analisisnya cenderung bagus.
Ciri pendukung ini adalah mudah untuk diajak diskusi. Selalu mengedepankan argumentasi yang ilmiah, dan jarang sekali atau bahkan tidak pernah menggunakan kosa kata yang tidak santun apalagi kosa kata hewani. Bahkan mereka terkadang memilih diam jika sudah menemui suasana yang tidak kondusif.
Pendukung berbasis kealamian realistis ini akan mudah sekali melakukan kritik pada pak Jokowi jika dipandang tidak sesuai dengan pemikirannnya. Dan akan mudah pula untuk menarik dukungannnya dengan alasan yang lebih logis. Sebab bagi mereka, selama Jokowi bisa mengedepankan kepentingan masyarakat yang lebih banyak, maka akan tetap didukung.
Sikap Kita
Dalam menyikapi keempat tipe pendukung ini tentunya berbeda. Disesuaikan dengan kondisi ruang dan waktu serta persoalan yang ada. Pendekatannya bisa dilakukan dengan manajemen kalbu atau bisa pula dilakukan dengan manajemen akal atau mengkombinasikannya. Tergantung pada kesiapan masing-masing, diri kita dan diri mereka. Terkhusus untuk pendukung kategori yang berbasis kecukupan berfikir.
Namun apapun kondisinya, mereka adalah saudara sebangsa dan setanah air. Jangan pernah melakukan hal-hal yang tidak konstruktif dalam mengkritisi mereka. Sebab bisa jadi ketika mereka melakukan kekeliruan apapun, adalah karena ketidaktahuan. Lagi pula, bisa jadi perilaku keliru pada mereka juga ada pada KITA.
Satu hal yang mesti kita ingat bahwa supporter selalu ada di luar pertandingan. Dan sehebat apapun seorang supporter, tidak akan pernah menjadi pemain sesungguhnya selama pertandingan berlangsung.
Semoga bangsa ini tetap menjadikan santun dan budaya gotong royong dalam kebaikan sebagai nilai-nilai yang indah dalam aturan-aturan yang sudah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan konstitusi negara. Aamiin …
Saya suka artikel dan tulisan ini..ok punya mas..
ReplyDelete