Ayahku bukan seorang berpendidikan. Sejak lahir hanya menjadi seorang nelayan. Beliau tak seperti kebanyakan seorang ayah.
Seorang ayah yang terlalu unik, serius dan totalitas.
Seorang ayah yang sangat sayang pada anaknya.
Suaranya tak pernah keras. Senyumnya lembut dan sering membelai kepalaku. Itu kebiasaannya.
Jika aku membuat kesalahan, kemarahan beliau akan mudah reda.
Seingatku, hanya sekali beliau memukulku, yakni ketika beliau mendapatiku mencuri. Saat itu aku menangis dan membuat beliau sangat bersedih.
Malam itu, ayah memasuki kamarku dan mengobatiku dengan penuh kasih sayang. Aku pura-pura tertidur. Aku tak berani bangun. Aku tahu ayah sangat menyayangiku.
Kehidupan ekonomi kami begitu berat, namun ayah selalu bekerja keras. Ayah punya cita-cita untuk memiliki rumah sendiri buat kami berdua. Tak jarang beliau menerima pekerjaan apapun untuk cita-cita itu. Hingga pada tahun baru, akhirnya kami punya rumah sendiri. Di hari itu ayah sangat bahagia, begitu juga aku.
Dan tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Aku akhirnya menyelesaikan pendidikanku.
Ayah sakit pada usia 58 tahun dan mulai pikun. Kadang ketika ayah keluar rumah, beliau tak mau pulang. Ayah seringkali kencing di kursi dan selalu mengotori kursi setiap hari.
Sementara itu aku baru mulai kerja dan membangun karir. Namun tak jarang aku harus terburu-buru balik ke rumah untuk menemui ayah Pada kondisi terburuk beliau kadang lupa siapa aku. Kadang pula beliau tidak stabil, dan seringkali membuatku cemas akan keselamatannya.
Akhirnya aku tak mampu untuk merawatnya. Aku ingin beliau mendapatkan perawatan lebih baik, sementara aku melanjutkan pekerjaan dan karirku.
Dan pada suatu hari ayah menelpon ingin bertemu aku. Saat aku tiba di Panti Jompo dan memasuki ruangan ayah, aku mendengar hardikan perawat pada ayah: "Saya membersihkan kasurmu tiap hari, karena anakmu tak mau menjagamu"
"Kamu bohong!" kataku.
Perawat bersikeras: "Loh bukannya benar kamu tak mau mengurusi ayahmu!"
Aku marah dan berteriak: "Keluar kamu, Keluaaaar!". Perawat pun akhirnya keluar ruangan: "Ok, saya keluar"
Dalam suasana hening di kamar kecuali bunyi tetesan air seni beliau di lantai, aku mendapati sebuah surat di meja. Ketika ku buka, isinya ternyata tulisan tangan ayah disekitar foto kami yang warnanya sudah kuning memudar.
Surat itu tertulis:
"Nak, maafkan ayah yang sudah membuatmu sakit. Ayah tak bermaksud menyakitimu. Ayah sayang kamu. Ayah hanya ingin kamu menjadi anak yang baik, sebab kelak kamu harus mampu menjaga diri kamu sendiri, tanpa ayah lagi"
Dibelakang surat ada dokumen rekening bank. Isinya tabungan ayah sepanjang hidup dari hasil kerja kerasnya, yang diperuntukan buat masa depanku.
Aku terharu dan menyadari segala kekeliruanku. Sejak saat itu aku berjanji akan totalitas mengurus ayah.
"Yah... Maafkan aku..."
http://pelangimerah99.blogspot.com/2017/11/pelangikita_16.html
ReplyDeletehttp://pelangimerah99.blogspot.com/2017/11/pelangikita_28.html
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At Pelangikita.com ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami
- BBM : D8C5975D
- WHATSAPP : +855 98 874 349
- LINE : poker_pelangi