Obyektifitas dapat terukur dari ketidakenakan dan keengganan kita mengkritisi diri sendiri dan orang-orang yang secara emosional dekat dengan kita.
Jika ketidakobyektifan ini menjadi kebiasaan dan diwajarkan, maka kecenderungan untuk berlaku adil semakin memudar.
Perilaku adil yang dilandasi persatuan dan kemauan yang tinggi pada nilai-nilai musyawarah menjadi gerbang utama mencapai kemakmuran.
Memahami konsep keadilan pada manusia diawali dari pemahaman yang mendalam pada nilai-nilai keadilan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Tuhan pula yang mengajarkan manusia untuk tidak berpecah belah walau dalam suasana perbedaan dengan cara mengedepankan musyawarah.
Jika ketidakadilan berlaku pada sebuah bangsa, maka kreatifitas hampir dipastikan akan terbunuh. Dan jika kemakmuran mensyaratkan kreatifitas, maka kemakmuran tidak akan terwujud tanpa keadilan.
Sehingga dapat disimpulkan sementara bahwa ketidakobyektifan berfikir sangat dipengaruhi oleh suasana hati. Ketidakobyektifan ini mengakibatkan ketidakadilan kemudian menyebabkan terjadinya perpecahan dan pemaksaan kehendak yang berujung pada kehancuran dan ketidakmamuran.
Mungkin para pendiri negeri ini sudah amat memahami konsep ini sehingga Pancasila memberikan 5 dasar yang dimulai dengan sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" kemudian diikuti dengan "Kemanusiaan yang adil dan beradab", "Persatuan Indonesia", "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan", dan diakhiri dengan "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Para pendiri bangsa Yang dominan muslim amat memahami bahwa perilaku mentauhidkan Tuhan, perilaku adil, persatuan, dan musyawarah untuk mewujudkan kemakmuran adalah esensi dari ajaran Islam dalam konteks hubungan kemanusiaan.
Apakah nilai-nilai ini masih ada pada diri kita semua?
Sebelum berbagi pemahaman kepada yang lain, yuk memulai target kemakmuran dengan mengawalinya dari perilaku obyektif pada diri sendiri dan orang tercinta sekitar kita.
Berdamailah pada diri sendiri atas segala kekeliruan yang telah dan selalu diingatkan oleh hati nurani.
Untuk dapat menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial harus mengutamakan musyawarah. Untuk terbiasa musyawarah harus tercipta persatuan. Untuk bisa bersatu harus memiliki sikap adil dan beradab. Dan pada akhirnya sikap adil dan beradab akan terwujud jika kita berketuhanan kepada Yang Esa dengan menjalankan ajaran agama dengan benar.
Wallahu a'lam...
No comments:
Post a Comment