DIALOG DENGAN ATHEIS (TENTANG PAKET KEIMANAN dan KEILMUAN)
Pada suatu saat saya berkesempatan berdiskusi dengan seorang atheis, bukan agnostik. Dia menanyakan rasionalisasi peristiwa Isra' Mi'raj. Menganggapnya sebagai peristiwa yang tidak mungkin, tidak masuk akal. Meminta untuk menunjukkan secara ilmiah disertai dengan pembuktiannya.
Lalu saya memberikan soal matematika yang terlihat sederhana untuk dia selesaikan, sebagai berikut:
Jika p salah satu akar dari persamaan x²- 2x + 3 = 0, berapa nilai dari p³ - p = ...
Dia menanyakan apa hubungannya peristiwa Isra' Mi'raj dengan soal matematika tersebut. Saya katakan, "Selesaikan saja.". Lalu dia mencoba menyelesaikan soalnya.
Selang beberapa jam, dia bilang soalnya tidak bisa diselesaikan. Dia bertanya: "Akarnya kan ada 2, yang anda maksud p³ - p untuk akar yang mana?"
"Selesaikan menurut perhitungan anda. Terserah anda", jawab saya.
Beberapa jam kemudian dia kembali dengan mengatakan:
"Soalnya sulit untuk diselesaikan bahkan menurut saya tidak mungkin bisa diselesaikan karena di samping akarnya imajiner, hasilnya pasti ada dua karena x₁ dan x₂ berbeda".
"Sepertinya anda salah memberikan soal. Persamaan kuadrat yang anda maksud mungkin x² - 2x - 3 = 0, bukan x² - 2x + 3 = 0", dia mulai menyalahkan soalnya.
Saya bilang, "Soalnya sudah benar". Lalu saya berikan waktu sehari untuk menyelesaikan soal tersebut ke dia, dan dia menanggapi nya.
Esok harinya dia kembali menghubungi dan mengatakan masih belum bisa menyelesaikan soal tersebut. Bahkan dia semakin yakin bahwa soalnya salah sehingga tidak didapatkan jawaban nya. Sebab sudah berlembar-lembar kertas coretan dia habiskan untuk menyelesaikan soal tersebut.
Akhirnya saya berikan jawabannya yang hanya memuat 3 baris penyelesaian.
Setelah melihat penyelesaian jawabannya, dia berguman: "Iya ya, koq saya gak kepikiran seperti itu menyelesaikannya."
Sejenak kemudian dia bilang, "Oke mas, saya akui saya keliru. Anda benar. Bukan soalnya yang salah tapi saya belum menemukan cara menyelesaikannya dengan benar."
"Lalu apa hubungannya dengan pertanyaan saya kemarin terkait peristiwa Isra' Mi'raj?", tanya dia selanjutnya.
"Seperti halnya saya sudah yakin bisa menyelesaikan soal matematika tersebut karena sudah memahami ilmu nya, maka untuk memahami kebenaran peristiwa Isra' Mi'raj, anda mesti paham ilmu nya terlebih dahulu. Anda 'belum nyampe' ilmu Isra' Mi'raj nya sehingga anda berkesimpulan peristiwa tersebut tidak masuk akal, bahkan tidak mungkin terjadi", jelas saya.
Kemudian saya lanjutkan penjelasannya, "Seperti halnya penjelasan ilmiah bagaimana cara Rakib dan Atid mencatat amalan kita, sebenarnya bisa saja saya menjelaskan secara ilmiah pula menggunakan ilmu fisika kuantum dan pendekatan sains lainnya atas peristiwa Isra' Mi'raj tersebut. Namun tanpa KEYAKINAN dari anda bahwa peristiwa itu benar-benar terjadi, maka anda akan cenderung menyanggah bahkan menolak lebih awal penjelasannya".
"Jika anda ingin membuktikan kebenarannya, maka anda harus yakin terlebih dahulu bahwa kebenaran itu ada. Seorang Nikola Tesla mampu menemukan Wireless Electricity setelah Tesla begitu yakin bahwa listrik bisa dialirkan tanpa kabel meski Tesla harus mengalami berkali-kali kegagalan eksperimen tersebut," lanjut saya.
"Keyakinan tak mesti mencegah kebebasan pada kita untuk berpikir, menggunakan potensi akal yang luar biasa. Namun keyakinan seharusnya justru membawa kita pada suasana akal yang mudah dibawa menuju nilai-nilai kebenaran dengan metode yang benar pula. Keyakinan akan membawa kita pada cara berpikir yang teratur, sistematis dan ilmiah. Bukankah dalam sains juga hipotesis yang dulu dianggap sebagai sebuah kemustahilan pada waktu kemudian menjadi sebuah kenyataan?" saya menutup penjelasan.
Setelah mendapatkan penjelasan, dia akhirnya bisa menyadari pola pikirnya yang selama ini keliru. Sebab selama ini dia menganggap keyakinan justru menghambat kebebasan berpikir.
Dia malah meminta kepada saya untuk tidak perlu lagi menjelaskan secara ilmiah tentang peristiwa Isra' Mi'raj tersebut. Dia ingin membuktikan nya sendiri. Tentunya dengan KEYAKINAN BARU.
“Allah akan mengangkat kedudukan orang-orang yang beriman dan diberikan ilmu di antara kalian beberapa derajat. Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al Mujadilah [58]: 11)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Aali ‘Imraan [3]: 190-191).
[Seperti yang diceritakan oleh Nukes]
No comments:
Post a Comment