Gambar-gambar ini telah berhasil mengubah hidup ribuan orang. Mari kita perhatikan, maknai, hayati, dan menerapkannya dalam hidup. Semoga bermanfaat.
1. Tanpa kegiatan atau kesibukkan, maka malaspun akan tertanam dalam diri kita. Tanpa mimpi, maka kejatuhan akan berakar dalam diri kita. Semakin lama, akarnya akan semakin dalam. Sampai suatu hari bahkan mau berdiri pun sudah sangat sulit.
2. Dalam hidup ini, setiap orang membutuhkan sahabat yang seperti di gambar ini. Ketika kamu susah, maka aku akan menjadi penopang; ketika aku susah, dia akan menjadi penopang; ketika dia susah, kamu akan menjadi penopang. Kalau kamu memiliki sahabat seperti ini, hidup tidak aka nada penyesalan!
1. Tanpa kegiatan atau kesibukkan, maka malaspun akan tertanam dalam diri kita. Tanpa mimpi, maka kejatuhan akan berakar dalam diri kita. Semakin lama, akarnya akan semakin dalam. Sampai suatu hari bahkan mau berdiri pun sudah sangat sulit.
2. Dalam hidup ini, setiap orang membutuhkan sahabat yang seperti di gambar ini. Ketika kamu susah, maka aku akan menjadi penopang; ketika aku susah, dia akan menjadi penopang; ketika dia susah, kamu akan menjadi penopang. Kalau kamu memiliki sahabat seperti ini, hidup tidak aka nada penyesalan!
3. Untuk bekerja sama, kita harus melepas keegoisan dan saling menghormati. Untuk bekerja sama seumur hidup, maka harus merubah kebiasaan buruk dan menjadi dewasa bersama. Kalau kamu hanya tau egois dan tidak bisa saling mempersilakan, maka suatu hari kamu pun akan kalah. Entah dalam pekerjaan, pernikaahan, persahabatan, kamu harus belajar menjadi dewasa bersama.
4. Kadangkala hidup ini ringan atau berat, tergantung dari jalan yang kamu pilih.
5. Kadangkala mempunyai berapa banyak dumber daya tidaklah penting, kalau kamu tidak tahu cara menggunakannya, selamanya kamu tidak akan pernah merasa cukup.
6. Kadangkala orang yang mengulurkan tangannya padamu, belum tentu benar-benar ingin menolongmu.
7. Kamu selamanya nggak akan bisa memuaskan semua orang.
8. Pantang menyerah, bertahan sedikit lagi maka kamu akan berhasil!
9. Dalam hidup, kita harus dapat mencari kesukaan dalam kesulitan.
10. Kalau arahmu salah, semakin berjuang semakin tertekan!
11. Belajarlah kreatif dan inovatif!
12. Mungkin suatu hari, kamu merasa itu hari terberatmu, tapi itu mungkin saja adalah penghasilanmu yang terbesar!
Sumber:
http://www.cerpen.co.id/post_134565.html
November sepekan lagi kan berakhir, dan rinitik hujan pagi ini masih mengiringinya. Suasana rintik di malam hari seringkali menyisakan kenangan pada masa lalu.
Hujan dengan keindahan rintiknya mempunyai potensi yang lebih besar untuk membawa manusia pada keheningan dan kejernihan berpikir dibandingkan ketika suasana cerah bahkan panas.
Jika kita mau belajar memahami ayat-ayat kauniyah maka seharusnya kita dapat banyak mengambil hikmah dari suasana seperti rintik hujan.
Mengapa suasana hujan cenderung mampu membawa kita pada perenungan mendalam tentang perjalanan kehidupan? Mungkin ini bisa dijelaskan dari beberapa sudut pandang.
Jika ditelaah dari pendekatan ilmu gelombang, maka bunyi hujan adalah salah satu bentuk gelombang. Gelombang adalah getaran yang harmonis. Dalam ilmu kesehatan, keteraturan bunyi yang berulang-ulang dengan frekuensi dan amplitudo yang relatif seragam dapat menyebabkan efek nyaman. Itulah mengapa kita dilarang minum obat ketika sedang mengendarai kendaraan atau menjalankan mesin. Karena bunyi kendaraan dan mesin yang berulang akan menyebabkan efek kantuk pada obat semakin berlipat yang menyebabkan resiko kecelakaan semakin besar. Kenyamanan dalam suasana hujan menjadi terbentuk dengan sendirinya yang akhirnya membawa simpul-simpul saraf otak kita menjadi leluasa bekerja.
Maka manfaatkanlah suasana hujan semaksimal mungkin untuk memberikan kesempatan pada diri kita untuk merenungi kehidupan, tentang perjalanannya yang telah terjadi dan tentang rahasianya yang masih menjadi misteri di masa datang. Manfaatkan suasana hujan untuk berkumpul dengan keluarga atau sahabat dekat untuk berdiskusi hal-hal yang bermanfaat.
"Jangan jadikan hujan sebagai sumber masalah atas keterbatasan aktivitas di luar rumah kita. Namun pandanglah hujan sebagai sebuah kesempatan berharga bagi kita untuk mempelajari hidup lebih dalam."
Buat rekan-rekan semua, selamat menikmati malam yang indah dalam suasana hati yang selalu cerah walau mungkin kali ini hujan sedang menyertai kehadirannya.
wallahu a'lam
Cigamea |
Bisa kita bayangkan, jika Tuhan harus 'menuruti' keinginan semua manusia, maka bisa jadi Tuhan akan 'bingung'. Manusia mana yang akan diwujudkan keinginannya dan manusia mana pula yang akan ditolak keinginannya.
Oleh karenanya, dalam Islam salah satu sifat Allah SWT adalah Maha Berkehendak atau Iradah. Kehendak Tuhan adalah kesempurnaan. Sebuah sifat yang tidak bertabrakan dengan sifat lainnya, seperti Maha Berkuasa (Qodrah).
Semasa kuliah, adik kelas saya yang sebelumnya saya anggap beragama Buddha bertanya kepada saya:
"Jika Tuhan Maha Kuasa, maka Tuhan seharusnya bisa atau berkuasa menciptakan yang lebuh hebat dariNya. Dan jika hal ini benar, maka Tuhan akan dikalahkan oleh ciptaanNya"
Saya menjawab dengan sebuah logika bahwa jika Tuhan berkuasa untuk menciptakan yang lebih hebat dari Nya maka Tuhan pun berkuasa untuk tidak mau menciptakan yang lebih hebat dari Nya. Dalam Islam, sifat Tuhan tersebut adalah Iradah atau Maha Berkehendak.
Bersyukur, dia mau mempelajari Islam. Namun kabar terakhirnya belum saya ketahui lagi. Sebab katanya dia mencari jawaban ini pada banyak temannya yang beragama berbeda untuk menemukan kebenaran agama.
Kembali kepada hujan...
Mari kita renungkan sejenak bahwa semua keinginan kita dalam hidup hampir pasti tidak akan terpenuhi. Kita miskin tahu, sementara Tuhan Maha Tahu. Jangan pernah berfikir sedikit pun bahwa setiap kejadian yang kita alami sebagai takdir dalam hidup apakah kesenangan atau kesusahan adalah untuk membuat kita lemah. Namun selalu ada hikmah yang tersimpan di dalamnya. Kita mau mempelajari dan menemukan hikmah tersebut atau tidak, semua terserah pada diri kita masing-masing.
Maka Tukang Es tak usah terlalu berlebihan meratapi datangnya hujan dan Tukang Payung tak perlu bergembira berlebihan dalam merayakan datangnya hujan.
Hujan ibarat air mata kita. Air mata yang jatuh ke bumi bisa jadi adalah penyejuk bagi jiwa yang lain.
Kesusahan Tukang Es ketika hujan adalah diiringi rezeki bagi Tukang Payung. Kesusahan Tukang Payung ketika kemarau adalah diiringi rezeki bagi Tukang Es. Atau kesusahan orang yang sakit adalah diiringi rezeki bagi tenaga kesehatan.
Percaya bahwa ketidaktercapaian keinginan dalam hidup adalah sinergi kehidupan yang menjadi simpul-simpul keseimbangan dan keteraturan dalam dinamika hidup.
Mari belajar dari hujan. Ia datang bukan untuk kita sesal kan dan bukan pula untuk kita soraki berlebihan. Syukurilah kehadirannya dengan mengambil hikmah yang mendalam bahwa adanya karena rahmat Nya.
wallahu a'lam
Bagi yang terbiasa online menggunakan PC melalui tethering koneksi internet dari handphone atau Bolt, mungkin di antara kita pernah mengalami tiba-tiba kuota habis. Padahal kita merasa tidak menggunakan banyak kuota ketika online baik download maupun upload. Lalu mengapa kuota tiba-tiba habis?
Salah satu faktor yang menyebabkan kuota habis adalah kita melakukan setting update windows secara otomatis. Jika file update Windows yang didownload berukuran besar, maka tentu saja akan 'memakan' stok kuota kita.
Berikut adalah tips sederhana agar services update Windows kita tidak berjalan otomatis atau kita matikan fungsinya.
1. Tekan Windows + R untuk membuka program Run.
2. Ketik services.msc
3. Cari service Windows Update dan buka service nya dengan cara klik 2x
4. Pilih Disabled pada Startup Type
Salah satu faktor yang menyebabkan kuota habis adalah kita melakukan setting update windows secara otomatis. Jika file update Windows yang didownload berukuran besar, maka tentu saja akan 'memakan' stok kuota kita.
Berikut adalah tips sederhana agar services update Windows kita tidak berjalan otomatis atau kita matikan fungsinya.
1. Tekan Windows + R untuk membuka program Run.
2. Ketik services.msc
3. Cari service Windows Update dan buka service nya dengan cara klik 2x
4. Pilih Disabled pada Startup Type
5. Klik OK dan Restart komputer.
Demikian tips singkat dari saya. Semoga bermanfaat.
Ketika memberikan materi Termofisika dalam perkuliahan, saya selalu mengawali dengan meminta mahasiswa menggosokkan kedua telapak tangannya dan menanyakan apa yang dirasakan kedua telapak tangannya sesaat setelah digosokkan. Serentak mereka menjawab terasa hangat.
Dalam ilmu fisika, panas adalah resultan energi kinetik dari partikel-partikel penyusun suatu benda. Suatu keadaan disebut semakin panas jika resultan energi kinetik partikelnya semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya keadaan disebut semakin dingin jika resultan energi kinetiknya semakin kecil.
Tidak seperti energi potensial yang ada pada suatu benda bermassa akibat adaya gravitasi dan ketinggian, maka Energi kinetik adalah energi yang dihasilkan dari adanya gerakan benda tersebut. Energi kinetik akan bernilai nol jika benda tak bergerak, sebesar apapun massa dari benda tersebut. Energi kinetik ini dirumuskan dengan Ek = 1/2(mv^2). Kecepatan suatu benda akan sangat mempengaruhi besarnya energi kinetik yang dihasilkan. Jika anda tak percaya, silakan meminta seseorang melempar bola kasti ke badan anda dengan kecepatan tinggi dan pada kesempatan lain melempar bola basket dengan kecepatan sangat rendah. Anda akan merasakan sakit yang lebih hebat karena benturan bola kasti tersebut dengan badan anda.
Kembali ke topik panas dingin ...
Besaran fisika yang mengukur panas-dinginnya suatu keadaan atau benda dinamakan SUHU dan dinyatakan dengan satuan derajat celcius atau derajat fahrenheit. Semakin besar panas suatu benda, maka suhunya akan tinggi pula tentunya. Istilah dingin sendiri sebenarnya penyederhanaan istilah dari ketiadaan panas atau berkurangnya panas. Jadi jika suatu partikel tidak bergerak sama sekali, maka kita namakan dingin. Persis seperti seorang pria yang tidak tergerak sama sekali ketertarikannya ketika ada seorang wanita yang berulangkali tebar pesona, maka pria tersebut disebut sebagai pria dingin :) Pemahaman tentang konsep panas dingin atau suhu ini tentunya bisa menjelaskan kepada kita mengapa tatkala seorang wanita menggemgam tangan seorang pria yang dicintai maka tangannya menjadi terasa hangat. Beda halnya jika yang digenggam tangannya adalah sesama wanita.
Secara alami, keadaan Panas suatu benda bisa berubah jika benda tersebut berada di sekitar benda lain yang suhunya lebih kecil. Perpindahan ini bisa melalui konduksi, konveksi atau radiasi. Maka tidak heran jika telapak kaki kita menjadi terasa dingin ketika kita menginjak lantai yang suhunya lebih rendah dari tubuh kita. Perpindahan alami kalor (istilah untuk 'panas' yang berpindah) ini berlangsung hingga memenuhi titik kesetimbangan suhu. Jika perbedaan suhunya semakin besar, maka secara alami perpindahan kalor akan semakin lama pula. Huukum Termodinamika ke nol sudah menjelaskan tentang hal ini.
Lalu bagaimana agar kalor dapat berpindah secara lebih cepat? Tentu saja dengan memberikan suhu lingkungan yang jauh lebih kecil. Sebagai misal seorang tukang Pandai Besi akan mencelupkan pedang yang ditempanya dengan cara memasukkan ke dalam air. Namun satu hal yang perlu diingat adalah bahwa mengharapkan perpindahan kalor secara cepat suatu benda panas dengan treatment tadi akan berisiko terhadap benda tersebut. Jika tidak dilakukan dengan perlahan dan menggunakan kaidah tertentu, maka bisa menyebabkan benda menjadi rapuh karena terjadi distorsi. Pedang seorang Pandai Besi tadi bisa menjadi rapuh jika dicelupkan langsung ke air es, bukan air biasa.
Lalu apa kaitannya panas-dingin dengan Kampung Pulo yang terkena gusuran pemerintah DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Ahok?
Kita ketahui bersama bahwa komunitas Kampung Pulo sudah terbentuk sejak lama. Bahkan sebelum kemerdekaan republik ini. Komunitas ini membentuk perilaku sosial yang tak hanya menyangkut aspek ekonomi, namun juga aspek psikologi, budaya, kenyamanan, rasa aman, dan model interaksi sosial lainnya. Persis seperti masyarakat urban yang sudah lama tinggal di suatu komplek-komplek perumahan atau seorang dokter berprestasi yang sudah beraktivitas lama di kota besar pulau Jawa.
Apakah seorang dokter sudah cukup terpenuhi kebutuhannya ketika ia harus diwajibkan bertugas di pedalaman dengan hanya diberikan gaji yang tinggi? Bagaimana dengan keberlangsungan pendidikan anak-anaknya? Apakah Dokter tersebut mampu menikmati sisa hidupnya di pedalaman ketika berpenghasilan tinggi dan harus jauh dari anak-anaknya ketika memilih teprisah karena di pedalaman tidak ada jaminan pendidikan yang bagus untuk anak-anaknya dan menginginkan anak-anakna untuk tetap bersekolah yang mutunya sudah teruji di kota besar yang ditinggalkannya? Apakah dokter tersebut akan mudah membentuk kreasi di komunitas baru pedalaman yang selama ini mampu ia lakukan ketika berada di komunitas lamanya?
Kondisi ini persis pula yang dialami oleh masyarakat Kampung Pulo. Apa yang terjadi ketika masyarakat Kampung Pulo dipindahkan (dengan paksa) ke tempat lain? Apakah dengan ganti rugi finansial sudah cukup mewakili kebutuhan kehidupan sosial mereka? Bagaimana kelangsungan ekonominya ketika mereka harus berada jauh dari lapak-lapak dagangannya atau membuat lapak dagangan baru di tempat barunya yang disediakan pemerintah (jika disediakan)?
Perpindahan komunitas masyarakat Kampung Pulo persis halnya seperti mendinginkan pedang panas oleh tukang besi ke dalam air. Jika tidak hati-hati dan dilakukan dengan analisis yang lebih holistik maka bisa menyebabkan keretakan atau distorsi. Dan kita semua tahu, bahwa kejadian penggusuran beberapa hari lalu kembali menyisakan korban. Terjadi distorsi yang luar biasa antara kepentingan masyarakat dan kepentingan pemerintah.
Logika sederhananya adalah bahwa ketika kenyataanya masyarakat masih protes keras dengan penggusuran berarti ada diskusi atau kesepakatan yang belum tuntas antara masyarakat dan pemerintah. Terjadi ketimpangan cara pikir antara masyarakat yang mengalami berpikir secara holistik dari semua aspek, sementara pemerintah hanya berpikir untung-rugi atau dari sisi ekonomi saja. Pemerintah seharusnya lebih memahami bahwa persoalan perpindahan sebuah komunitas masyarakat tidak hanya sekadar persoalan ganti rugi finansial belaka.
Masyarakat Kampung Pulo sudah lama beraktifitas. 'Energi kinetik' mereka sudah berjalan sejak lama di segala bidang. Mereka sudah berkehidupan dengan penuh kehangatan. Maka jangan memaksa mendinginkan kehangatan mereka dengan cara-cara yang menyebabkan distorsi. Benda saja jika didinginkan dengan terpaksa bisa mengalami distorsi, apatah lagi sekelompok manusia yang punya hati. Ketika kehangatan kehidupan mereka dipaksa menjadi dingin, maka hati mereka bisa terluka bahkan hancur.
Semoga saja Ahok dan jajarannya lebih mampu memahami keadaan masyarakat ploretar kelas bawah seperti masyarakat Kampung Pulo dengan cara berpikir yang lebih holistik, menganalisis dari segala aspek dan bidang. Ayo Ko Ahok, jangan kalah sama seorang Pandai Besi, lebih mudahlah berpikir menemukan solusi yang lebih efektif untuk mendinginkan masyarakat Kampung Pulo, semudah anda mengeluarkan kata-kata dalam Frase Umum Ciri Ko seperti b*****t, t*i, atau n*****g.
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS at-Taubah [9]: 71)
Kaidah input, proses, dan output disepakati di semua bidang ilmu apapun. Input adalah sesuatu yang akan diberikan perlakuan. Proses adalah aktivitas yang memberikan perlakuan. Sementara output adalah hasil dari perlakuan.
Air dingin yang dimasak akan menghasilkan air panas. Mahasiswa yang belajar di kampus akan menghasilkan sarjana. Air dingin dan mahasiswa adalah input, memasak dan belajar adalah proses, sementara air panas dan sarjana adalah output.
Input yang baik jika diproses dengan cara yang baik, maka akan menghasilkan output yang baik pula. Input yang baik jika diproses dengan cara yang jelek, maka akan menghasilkan output yang tidak lebih baik.
Sebaliknya, input yang jelek jika diproses dengan baik maka akan menghasilkan output yang lebih baik. Input yang jelek jika diproses dengan jelek maka akan menghasilkan output yang semakin jelek.
Begitu pula halnya dengan Pilpres baru lalu. Konstituen atau pemilh dapat diibaratkan sebagai input. Sementara proses pemilu seperti penentuan DPT, pencoblosan, dan rekapitulasi dilakukan oleh KPU. Outputnya adalah hasil pemilu.
Anggaplah para pemilih yang tak lain seluruh masyarakat adalah input yang baik. Jika KPU sebagai penyelenggara tidak melakukan proses pemilu yang baik, maka hampir dipastikan hasil pemilu akan jelek pula. Artinya produk pemimpin yang dihasilkan adalah pemimpin yang jelek.
Sebaliknya, jika KPU melakukan proses pemilu yang baik, maka hasil pemilu akan menjadi baik pula dan menelurkan seorang pemimpin yang baik.
Seberapa baik KPU melakukan proses pemilu kali ini? Saya yakin semua dari kita sudah dapat menilainya. Kita bisa melakukan analisis komparasi dengan penyelenggaraan pemilu-pemilu sebelumnya.
Semoga kualitas KPU dalam penyelenggaraan pemilu ke depan semakin lebih baik agar bangsa ini dapat dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang berkualitas. Dan pemilu yang baik itu adalah pemilu yang penuh kejujuran dan keadilan.
"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi." (Al Muthaffifiin [83]: 1-3)
wallahu a'lam...
ILMU KEALAMAN TERBATAS
~ Menyikapi cibiran kaum sekuler terhadap Ustadz Yusuf Mansur ~
Sekitar 2010 silam, saya pernah mengisi sebuah kajian tentang fenomena 'penampakan' atau 'uka-uka' yang saat itu sedang ramai diperbincangkan karena ada tayangan beberapa stasiun TV terkait acara tersebut.
Konsentrasi kajian tersebut bukan pada dampak yang ditimbulkan akibat adanya tayangan, tapi lebih kepada ada atau tidaknya alam gaib (tak kasat mata) dan bagaimana cara membuktikannya dari sudut pandang ilmu kealaman (sains).
Paparan saya awali dengan sebuah pertanyaan ke forum: "Apakah anda percaya ada sinyal hand phone (GSM) di sekitar anda?"
Serentak peserta kajian menjawab: "Percayaa!!".
Lalu saya melanjutkan pertanyaan: "Bisa anda tunjukkan sinyal hand phone tersebut?" Semua peserta kajian langsung memperlihatkan indikator sinyal pada layar hand phone masing-masing.
"Bisa kah anda perlihatkan langsung dengan mata anda seperti apa bentuk sinyal hand phone tersebut di udara?", tanya saya selanjutnya menimpali jawaban mereka.
Mereka semua tertawa seraya menjawab: "Gak bisa dan gak mungkin mas. Gak Kelihatan!".
Dalam ilmu fisika, fenomena-fenomena alam tersebut diterjemahkan dengan istilah BESARAN. Besaran untuk menjelaskan perbedaan posisi dinamakan PANJANG. Besaran untuk menjelaskan 'berat' suatu benda dinamakan MASSA. Besaran yang digunakan untuk mejelaskan lama atau tidaknya suatu kondisi dinamakan WAKTU. Besaran untuk menjelaskan panas dinginnya suatu keadaan atau benda dinamakan SUHU, dan seterusnya.
Semua besaran dalam definisi ilmu fisika harus memiliki alat ukur dan memiliki satuan. Panjang diukur dengan mistar dan bersatuan meter, massa diukur denagn neraca dan bersatuan kilogram, waktu diukur dengan jam dan bersatuan detik, atau suhu diukur dengan termometer dan bersatuan derajat. Jika sebuah fenomena alam tidak mampu diukur dengan alat ukur maka tidak bisa dikatakan sebagai besaran, misalnya rasa cinta.
Sekarang mari kita renungkan sejenak kenyataan dalam peristiwa dialog kajian di atas. Sebenarnya kita semua percaya bahwa ada keterbatasan pada diri kita dalam melihat dan menjelaskan fenomena alam hanya dengan kasat mata atau panca indera kita secara umum. Oleh karenanya kita memerlukan alat ukur tersebut dalam membaca fenomena alam tersebut.
Panca indera kita sangatlah subyektif dalam menilai atau mengukur sesuatu. Setap orang bisa berbeda dalam mendefinisikan tinggi seseorang misalnya. Sebagai misal, Pak Jokowi bagi orang Indonesia dianggap berbadan tinggi. Tapi coba tanyakan ke Cristiano Ronaldo, dia akan bilang Pak Jokowi pendek. Mengapa bisa berbeda? Karena acuan masing-masing orang berbeda dalam mengukur. Ini yang dinamakan subyektivitas. Jangankan pada dua orang yang berbeda, badan kita sendiri pun akan subyektif dalam mengukur sesuatu dalam kondisi berbeda. Sebagai contoh: jika ada tiga ember masing-masing air berisi air hangat, air normal (suhu kamar), dan air dingin. Tangan kiri kita masukan ke air hangat sementara tangan kanan kita masukan ke air dingin selama 1 menit. Kemudian pindahkan tangan kiri kita ke ember yang berisi air normal, maka kita akan mengatakan air tersebut dingin. Saliknya ketika tangan kanan kita yang dipindahkan ke air normal, maka kita akan mengatakan bahwa air normal tersebut hangat.
Tapi amat berbeda jika orang Indonesia atau orang Jerman mengukur tinggi badan Jokowi dengan meteran tukang jahit, mereka akan mengukur dengan hasil yang sama. Atau ketika tangan kiri dan tangan kanan kita mengukur suhu pada air normal dengan termometer, maka akan menghasilkan suhu yang sama pula.
Memahami kondisi tersebut, maka amat naif jika kita tidak mempercayai hal-hal yang kita anggap 'gaib'. Tuhan kita adalah dzat (bukan zat) yang gaib. Begitu pula dengan takdir kita, adalah sesuatu yang gaib pula. 'Melihat' nya harus dengan alat ukur tersendiri. Orang-orang yang terbiasa mengikuti ajaran Tuhan akan mampu 'melihat' dan 'merasakan' kehadiran Nya, sementara yang jauh dari ajaran Tuhan akan kesulitan.
Kejadian banyaknya orang yang mencibir keyakinan Ustadz Yusuf Mansur dalam hal 'mengendalikan' dolar melalui kekuatan doa seperti yang dilakukan oleh orang sekelas Denny JA, adalah pemandangan yang umum berkaitan dengan paparan di atas. Mereka mengukur sesuatu hanya dengan ilmu kasat mata seperti ilmu-ilmu ekonomi, fisika atau kealaman yang lain. Mereka tidak membacanya dengan menggunakan ilmu-ilmu kewahyuan. Padahal mereka sendiri yakin bahwa ada kondisi-kondisi tertentu yang tidak bisa kita baca dengan teori ilmu kealaman yang akhirnya kita menggunakan kata 'ajaib'. Padahal ilmu kita belum nyampe.
Kita percaya bahwa dalam perjalanan hidup tidak semua atau bahkan banyak sekali keinginan dan perhitungan yang berasal dari otak kita tidak terwujud. Di sisi lain, dalam setiap ikhtiar yang kita lakukan secara maksimal, kita juga melakukan doa kepada Tuhan yang gaib. Artinya sebenarnya kita sendiri mengakui bahwa diri dan ikhtiar kita terbatas, dan ada kekuatan Maha Dahsyat Yang berperan dalam setiap kejadian dalam hidup. Upaya kita hanyalah 'sebagian kecil' dari terjadinya sesuatu. So, masihkah kita 'mencibir' kekuatan sebuah doa hanya karena logika otak kita belum mampu memahami dan menerimanya?
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (QS al A'raaf [7]: 188)
Wallahu a'lam
Oksidasi dalam ilmu kealaman adalah interaksi antara molekul oksigen dan semua zat yang berbeda. Oksidasi merupakan pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion.
Kadang-kadang oksidasi bukan hal yang buruk, seperti dalam pembentukan aluminium anodized super tahan lama. Sisi lain, oksidasi dapat merusak, seperti karat dari sebuah mobil atau merusak buah segar.
Dalam kasus besi, oksigen ini akan membuat proses pembakaran yang lambat, yang menghasilkan substansi berwarna coklat yang rapuh yang disebut karat. Ketika oksidasi terjadi pada tembaga, di sisi lain, hasilnya adalah lapisan oksida tembaga berwarna kehijauan.
Jika oksigen diibaratkan sebagai 'pesan kebaikan' kepada hati kita, maka proses oksidasi hati bisa dianalogikan sebagai pengaruh pesan kebaikan pada kita. Jika hati kita mampu menerima pesan kebaikan itu dengan baik, maka keimanan menjadi semakin kuat seperti halnya alumunium anodized tadi. Dan bersyukurlah kita dengan hal ini.
Namun sebaliknya jika pesan kebaikan malah membuat hati kita menjadi semakin tak betah dan keras, maka oksidasi terus menerus bisa jadi akan membuat hati kita menjadi semakin 'berkarat'. Maka dianjurkan untuk meninggalkan orang-orang yang hatinya sudah keras dan 'berkarat' tersebut agar kita tidak menyia-nyiakan waktu atau bahkan tergelincir dengan orang-orang tersebut.
Satu hal yang perlu diingat adalah perilaku keliru yang berulang dapat menjadi kebiasaan. Dan kebiasaan dapat menjadi kewajaran. Jika sudah menjadi wajar maka bisa bergeser kepada pembenaran.
Maka, berhati-hatilah terhadap setiap keadaan yang memungkinkan terjadinya oksidasi yang mengusamkan hati. Karena kita tak kan pernah tahu kapan ajal akan menjemput atau kapan azab Allah SWT berlaku pada diri di masa datang hingga kita menjadi tersadar akan segala kekeliruan yang ada.
Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,” pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (QS al-Baqarah [2]: 8-10)
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (QS an-Nisa'[4]:63)
Wallahu a'lam ...
Palestina, air matamu adalah rahasia-Nya ...
Ya Rabb ...
Aku ingin berkata sederhana ...
Aku ingin melupakan keinginanku ...
Aku ingin mengabaikan rasa laparku ...
Aku ingin mengabaikan sahabat-sahabatku di sini sejenak ...
Aku ingin melupakan perbedaan antara aku dan sekelilingku ...
Saat ini ...
Aku ingin memohon ampun atas ketidakberdayaanku pada saudaraku di Palestina
Aku haru dan runtuhkan air mata pada seluruh panjat doaku
Namun aku menjadi sangat fakir dengan keterbatasanku ini
Ampuni aku Ya Allah ...
Aku hanya mampu berdoa pada Saudaraku di Palestina yang bahkan untuk menghela nafas sesaatpun begitu sulit ...
Aku hanya bisa menahan amarah berat di kerongkongan atas apa yang aku dengar, lihat dan rasakan ...
Aku hanyalah fakir yang menghitam legam pada keangkuhan diri ketika melihat tubuh kecil anak-anak Palestina berdiri tegap menjadi perisai kehormatan ... sementara aku di sini masih bernafas lega mengumbar senyum kehidupan dan masih sering mengingkari nikmat kebebasan hidup yang tlah Engkau berikan ...
Ampuni aku Ya Allah ...
Runtuhan air mata diri ini tak kan cukup mengimbangi perjuangan bunda-bunda di Palestina yang bahkan tak lagi dapat mengukur berapa banyak lagi sisa air mata yang akan mereka runtuhkan ke bumi mereka ...
Ampuni aku Ya Allah ...
walau segalanya adalah rahasiaMu jua,
ijinkan hambaMu yang dhaif ini tuk memohon melebarkan kecerahan indahnya kehidupan Saudaraku di Palestina
agar mereka lebih leluasa menghirup sejuknya embun pagi,
agar mereka lebih leluasa merasakan kehangatan mentari,
agar mereka lebih leluasa menyambut senja yang menentramkan,
dan agar mereka dapat tidur dalam malam bersama bintang-bintang yang mendamaikan ...
hingga entah kapan di suatu masa,
anak-anak Palestina leluasa bermain dan bermanja dengan ibunya,
bunda-bunda Palestina leluasa menyiapkan hidangan pagi di rumah surganya,
dan sang ayah leluasa mencium kening istrinya dan menggendong mutiara indahnya tuk menunaikan ibadah mencari nafkah di bumi-Mu Ya Rabb ...
MAKNA IDUL FITRI
Oleh : Ahmad Dahlan al-Fial Zain
Idul Fitri menurut makna yang berkembang di kebanyakan umat Islam adalah kembali kepada fitrah. Kata fitrah diartikan suci sehingga Idul Fitri bermakna kembali suci. Suci yang dikehendaki di sini menurut faham yang terpublikasikan sekurang-kurangnya oleh para da’i dan atau kaum agamawan bahkan akademisi adalah bersih dari dosa. Jadi Idul Fitri berarti kembali bersih dari dosa.
Rupanya Idul Fitri diartikan seperti itu seiring dengan pemahaman terhadap Hadits Nabi saw.:
“Barang siapa menegakkan amalan-amalan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.”
Seandainya seorang muslim melaksanakan Ramadhan seperti yang dikehendaki Hadits tadi, maka saat ia akhiri bulan suci, pada momentum Idul Fitri, ia berada pada tahap penghapusan dosa-dosanya oleh Allah. Selanjutnya seorang muslim yang demikian berposisi seperti saat dalam usia bayi, suci tiada dosa.
Akan tetapi marilah kita lihat terminologi fitrah yang dipaparkan oleh para ahli dari berbagai bidang ilmu, mereka merumuskan makna fitrah dalam redaksi yang berbeda-beda tetapi mempunyi muatan makna yang relatif senada:
Al-Syarif Ali bin Ahmad al-Jurjaniy seorang ahli bahasa Arab dari Jurjan Persia, mendefinisikan fitrah sebagai watak yang senang menerima agama. Idul Fitri ia maknai kembali kepada ajaran agama.
Para ahli fiqih mengartikan fitrah sebagai tabi’at yang suci dan asli yang dibawa manusia sejak lahir, belum pernah disentuh oleh cacat dan aib. Idul Fitri menurut mereka kembali kepada keadaan suci seperti bayi yaitu beragama Islam.
Para ahli filsafat Islam mengartikan fitrah sebagai suatu persiapan sebelum lahir ke dunia untuk melaksanakan hukum Allah dan membedakan antara yang hak dan yang batil. Idul Fitri itu adalah kembali untuk melaksanakan hukum Allah.
Ibnu Abbas seorang ahli tafsir dari kalangan sahabat Nabi saw. mengatakan bahwa fitrah asli yang diberikan Allah kepada manusia adalah kecenderungan kepada agama Allah (Islam). Lebih jauh ia katakan : Fitrah itu sama sekali tidak dapat diubah. Jika ada seseorang yang cenderung kepada agama selain Islam, maka ia telah melawan fitrahnya. Oleh karena itu, tidak satu pun manusia senang untuk berbuat jahat. Meskipun ada seorang yang berani berbuat jahat namun nalurinya tetap tidak membenarkan perbuatan jahatnya. Pengaruh luarlah yang memaksanya untuk berbuat yang bertentangan dengan fitrah. Jadi Idul Fitri itu menurutnya adalah kembali kepada agama Islam.
Inti pikiran mereka dapatlah kiranya dirinci sebagai berikut :
Sepenangkapan saya, penggabungan keseluruhan paparan tentang pengertian Idul Fitri tadi dapat dimuarakan dalam suatu kesimpulan bahwa Idul Fitri itu berarti “kembali kepada ajaran agama Islam dalam arti kembali melaksanakan hukum-hukum dan atau ketentuan-ketentuan Allah yang merupakan dimensi ketauhidan.”
Barangkali pemahaman para ahli ilmu agama ini diilhami oleh Hadits Nabi saw. :
“Setiap makhluk manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (beragama Islam yang pasrah kepada Allah). Tetapi ayah ibunyalah yang kelak akan menghantarkan keyakinan agamanya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
Tataran penjelasan bahwa anak manusia yang baru lahir berkeadaan ruh tauhid dalam Hadits tersebut seiring dengan QS. al-A’raf ayat 172, yaitu :
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)"
Oleh sebab itu saat memasuki 1 Syawwal umat Islam diajarkan untuk bertakbir sebagai simbol kepasrahan untuk menjalankan ajaran Allah yang merupakan representasi hakekat tauhid.
Idul Fitri tidaklah menjadi proporsional bila dimaknai kembali kepada keadaan suci tak berdosa, tetapi mustinya dimaknai sebagai suatu keadaan manusia beriman yang suci berada dalam suatu komitmen bahwa oleh puasa Ramadhan ia mau merubah kehidupannya menjadi baik atau lebih baik dari semula dengan suatu langkah menjalankan setiap ajaran agama. Keadaan hati dan sikap pasca Ramadhan seperti inilah yang kemudian disebut oleh salah satu faham sebagai hakekat memperoleh Lailatul Qadar.
Pemahaman bahwa Idul Fitri itu kembali kepada kemauan untuk melaksanakan ajaran agama, tidak diartikan kembali kepada keadaan suci tak berdosa memberi kontribusi atas tumbuhnya pemahaman serta bulatnya keyakinan terhadap firman Allah QS. al-Nisa ayat 17 :
“Hanya saja taubat yang diterima bagi Allah adalah untuk orang yang melakukan keburukan karena kejahilannya.”
Maksud kata “kejahilannya” yang tertuang dalam ayat tersebut ialah: 1. orang yang berbuat maksiat dengan tidak mengetahui bahwa perbuatan itu adalah maksiat kecuali jika dipikirkan lebih dahulu. 2. orang yang durhaka kepada Allah baik dengan sengaja atau tidak. 3. orang yang melakukan kejahatan Karena kurang kesadaran lantaran sangat marah atau Karena dorongan hawa nafsu.
Ayat ini secara dalalah isyariy (implisit) menjelaskan bahwa terdapat dosa yang tidak dapat diampuni, yaitu dosa karena suatu perbuatan buruk yang dilakukan bukan oleh karena ketidaktahuan pelakunya bahwa perbuatan tersebut adalah dilarang agama.
Orang yang melakukan keburukan karena kesadarannya bahwa perbuatannya tersebut bermuatan ketidakadilan, seperti halnya suatu kegiatan buruk yang dilakukan seorang ahli ekonomi, programer komputer, ahli hukum pembuat peraturan, ilmuan, guru/dosen, pedagang, pandai besi, dan lain sebagainya hanya untuk keperluan gap keadilan dan atau untuk keperluan pragmatis ataupun keuntungan praktis personal atau komunitasnya kendatipun mereka melaksanakan puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan keihlasan, maka saat beridul fitri tidaklah mereka ada dalam dimensi bebas dosa. Bahkan sebenarnya mereka adalah pendosa yang dosanya tak tergantikan oleh puasa Ramadhan.
Akan tetapi atas momentum Idul Fitri terdapat ruang yang menekan mereka untuk melaksanakan ajaran agama sebaik-baiknya dengan suatu harapan bahwa pada tempo ke depan kehidupannya yang bersandar pada ajaran agama tersebut dapat terhitung dan terhimpun sebagai amal saleh yang bisa jadi jauh lebih baik secara kuantitas dan kualitas ketimbang keburukan yang pernah diperbuatnya. Barangkali inilah fenomena yang dikehendaki oleh ayat : “Kebaikan-kebaikan itu dapat meninggalkan keburukan-keburukan…”
Problem aksiologis atas pemikiran ini adalah bahwa Hadits Nabi saw. : “Barang siapa menegakkan amalan-amalan Ramdhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu ” seperti tidak bisa dijadikan dasar kepercayaan agama. Menurut saya, sepanjang pemaknaan terhadap Hadits tersebut parsial, memang ia tidaklah dapat dijadikan pegangan agama.
Dalam pada itu, Hadits tersebut sebenarnya secara publikasi adalah populer dan familier di kalangan agamawan khususnya dan umat Islam pada umumnya. Sehingga sekalipun tanpa penelaahan kharijiy maupun penelaahan daakhiliy terhadapnya, ia lazim disebut sebagai Hadits Masyhur dalam arti non Hadits Ahad. Hadits seperti ini yang secara fungsi pendidikan, kendatipun bukan merupakan hasil penelitian tetapi menurut faktanya seperti telah memberi kontribusi bagi pendorong bagi umat Islam atas kesediaannya untuk melaksanakan puasa Ramadhan, sesungguhnya secara epistemologis dapat dijadikan alat penjelas bagi ayat al-Qur’an. Jadi Hadits tersebut tidaklah serta merta diposisikan sebagai keterangan agama yang bertentangan dengan QS. al-Nisa ayat 17. Ia masih bisa difungsikan sebagai keterangan agama sepanjang prosedur pemahaman terhadapnya memposisikan QS. al-Nisa ayat 17 sebagai aspek aksiomatik keterangan agama.
Sehingga inti pesan QS. al-Nisa ayat 17 : “tidak diterima taubatnya seorang pendosa karena dilakukan oleh kesadarannya” dalam struktur sistem nalar silogisme diposisikan sebagai patokan utama yang musti atau sebagai yang mayor, sedangkan Hadits tersebut sebagai keterangan agama penyerta, keterangan yang tidak bisa lepas dari keterangan utama.
Jadi cara mengartikan atau memahami Hadits tersebut haruslah kira-kira sebagai berikut : “Barang siapa yang menegakkan amalan-amalan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka diampunilah dosa-dosa yang telah lalu yang dilakukan karena kejahilannya."
DIALOG : LALAN, RUDI, ASEP HILMAN YAHYA, FARID RIVAI DAN AL WAFA
September 21, 2010 at 8:45pm
Rudi : Nimbrung Ah...
Ada 2 orang memilik usia persis sama 15 tahun pada detik pergantian bulan pada 1 Syawal 1430 H. Kedua orang tersebut terdefinisikan oleh Tuhan memulai akil baligh pada detik pertama tanggal tersebut kemudian malaikat memulai pul...a pencatatan amal baik buruknya.
Selanjutnya kita misalkan ada 3 grade dosa, yakni dosa A, dosa B dan dosa C, dimana dengan mengambil asumsi menurut Skala Likert dalam statisitk, bobot besar dosa tersbut berturut-turut adalah: dosa A bernilai 3, dosa B bernilai 2, dan dosa C bernilai 1.
Jika oleh malaikat bahwa sejak detik pertama 1 Syawal 1430 H hingga tepat detik terakhir 30 Ramadhan 1431 H, kedua orang tersebut tercatat melakukan dosa sebanyak:
Orang ke-1: A = 100 kali B = 500 kali C = 700 kali
Orang ke-2: A = 200 kali B = 500 kali C = 400 kali
Dengan demikian, total nilai dosa yang dilakukan kedua orang tersebut masing-masing adalah:
Orang ke-1: A = 100 x 3 = 300 point B = 500 x 2 = 1.000 point C = 700 x 1 = 700 point Total point dosanya adalah 2.000 point.
Orang ke-2: A = 200 x 3 = 600 point B = 500 x 2 = 1.000 point C = 400 x 1 = 400 point Total point dosanya adalah 2.000 point.
Ternyata kedua orang tersebut memiliki total point dosa yang sama yakni 2.000 point.
Berikutnya ...
Saya tidak memaparkan grade pahala (sebagai bagian kepedulian bagi yang buka fesbuk pake handphone, karena nanti bete bacanya he... he ...), tetapi anggap saja total point pahala yang didapatkan oleh Orang ke-1 dan ke-2 masing-masing adalah 2.001 point dan 1.999 point.
Amalan keduanya selama ramadhan didasari keimanan dan keikhlasan yang penuh seperti pada hadits Rasulullah.
Pertanyaan sederhana saya:
Selama setahun penuh tersebut, yakni sejak detiak pertama 1 Syawal 1430 H hingga detik terakhir 30 Ramadhan 1430 H, apakah keduanya akan suci seperti ketika sebelum akil baligh? [ga usah jauh-jauh dulu suci seperti baru lahir loh :) ... ]
Monggo kita jama'ah fesbuk menjawabnya ... Kira-kira jawabannya seperti apa ya? :)
Saya slalu merenung dan berfikir, dengan analisis kuantitatif yang sangat-sangat sederhana itu saja, kita bisa jadi akan mengalami kesulitan yang luar biasa untuk mengukur timbangan dosa dan pahala kita. Lalu gimana klo gradenya lebih diperlebar menjadi 10 pangkat 12, kemudian diberikan faktor bobot untuk masing-masing grade dosa/pahala, serta menggunakan asumsi keterkaitan (relasi) fungsi antar dosa/pahala, Wah .... kayanya metode artificial intelegence, atau metode fuzzy logic tidak mampu untuk menjawabnya. Bisa jadi juga prosesor komputer tercepat kita akan "overheat" karena stress ngitungnya.
Lalu mari kita menengok lagi nukilan quran dan hadits note tersebut:
“Barang siapa menegakkan amalan-amalan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.” [Hadits]
"Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" [QS 4:17]
Keawaman saya berpendapat, keduanya (dan mungkin hadits dan ayat lain) memberikan analisis kualitatif yang "tidak" memberikan kesimpulan "vonis" bahwa Idul Fitri akan menghapus seluruh dosa telah lalu.
Amalan-amalan mana yang telah dipenuhi, dosa-dosa apa saja yang terhapus, bagaimana mengukur variable keimanan dan keikhlasan selama ramadhan, yang dapat memenuhi syarat kriteria hadits tersebut?
Namun menurut pendapat fakir saya, Tuhan sudah memberikan kalimat kunci pada An-Nisa tersebut: "Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".
Jadi klo pakai bahasa Panguragan: "Sing paling weru pisan kuh mung Gusti Allah. Tugase menuso mung ngerjakaen amalan2 sing bener, lan ngurangi doso saban waktu urip. Wis bli uso diitung-itung doso karo ganjarane menuso. Kuen kuh urusane gusti Allah"
Lagi pula, tidak malukah kita menghitung amalan dan "menuntut" penghapusan dosa kepada Allah, jika kita tahu kita tidak bisa mengukur nikmat gravitasi bumi yang diberikan kepada kita, nikmat jarak matahari ke bumi yang selalu terjaga, nikmat metabolisme tubuh yang teratur, nikmat paparan radiasi yang slalu berbanding terbalik dengan jarak, nikmat pandangan, penglihatan, rasa, pendengaran, dan nikmat "pengakuan" kita tentang adanya Tuhan, Yang Maha Pemberi Nikmat.
Wallahu a'lam
Asep Hilman Yahya:
Lagian kalo mengingat tantangan/resistensi terhadap amalan-amalan ibadah di bulan Ramadlan, sebetulnya relatif lebih kecil dibanding dengan 11 bulan lainnya. Bayangkan, apa susahnya puasa misalnya di tengah lingkungan dengan sikon yang "ber...puasa", apalagi konon syetan-syetan dibelenggu. Logikanya motivasi dan perjuangan amalan ibadah di luar bulan ramadlan bisa jadi lebih orsinil dan berbobot dibanding pada bulan ramadlan. Maka nggak salah-salah amat jika ada ungkapan : puasa atau qiyamu lail di bulan ramadlan itu BIASA, dan puasa atau qiyamu lain di luar bulan ramadlan itu LUAR BIASA......mau !?
Farid Rivai:
Menghitung pahala dan dosa agar kembali ke fitra, saya setuju dg perkataan wong panguragan,"sing paling weru pisan..." ga usah cape-cape ngitunge, dan ternyata nikmat Allah di Dunia jauh lebih besar dari apa yg isun kerjakan untuk beribadah... padaNya. Kontek Fitrah, spt suci bagaikan bayi baru lahir atau kembali ke ajarannya, menurut isun tafsir dari manusia agar termotivasi berbuat baik dg mengerjakan perintahnya dan menjauhi larangannya. Karena seyogyanya hanya Allahlah yg mengetahui. Barangkali Allah memberikan satu bulan kebijakan cukup istimewa, guna memotivasi manusia lebih baik lagi di dlm menjalankan tugasnya "beribadah" bersyukurbersykur berikutnya
Rudi:
Tamsil sejen romadhon kuh pado bae kayo wong "cuci darah" yo pak farid ... Sewise cuci darah dudu berarti darahe biso bersih maning persis sedurunge cuci darah.
Sejauh mana tingkat bersihnya darah setelah cuci darah tentu tergantung prilaku... pasien (amalan-amalan), keyakinan (keimanan) dan kesungguhan (keikhlasan) pasien terhadap keberhasilan cuci darah tersebut ... :)
By the way, ari "kamdiyah" Cerbon sih wis cuci darah durung ya pa farid + mas lalan? :)
Farid Rivai:
Aq mudah memahami tamsil mas rudi, tapi apa seperti itu ? ketika mau cuci darah banyak ureum,kret, dan met lain yg bersama darah (dosa), setelah di cuci kadar na, ureum, kret normal (dosa terbuang) tapi dlm kondisi normal, karena kalau met....(ureum, kret, dll) habis justru bahaya dlm tubuh. Kayae bli pas kuh, terkait dengan romadhon. Ramadhon menurut isun sebagai motivator utuk berbuat lebih baik, kata kyai Kos mestie setelah ramadhon keimanan qt bukanmenurun tapi justru lebih meningkat, karena latihan-latihan selama 1 bln, tapi karena manusia pada dasarnya (rata-rata) akan turun, dan syukur hanya berlangsung 11 bulan grafik penurunan (kalau terjadi turun), disitulah maha Penyayang Allah yg mengetahui tentang mahluqnya.
Al Wafa’:
Aku adalah KHAZANAH yang tersebunyi... demikian Tuhan berfirman.. oleh karena itu Ku-ciptakan makhuq.. agar Aku diketahui......
Dalam presfektif itulah mungkin qt bisa malihat / memahami akan ketentuan Allah.. termasuk dalam hal PAHALA atau... DOSA masing2 mahluq.....
Bahkan jika kita coba menujuk kepada Hadits Nabi SAW : " Tiada seorang Hambapun.. yang dapat masuk Surga karena amal ibadah yang dilakukannya... kecuali hanya dengan Rahmat Allah... kemudian para sahabat bertanya... "termasuk engkau ya Rasulullah... ? "... " Ya.. termasuk saya kecuali dengan Rahmat Allah...."
Jadi apa artinya.... hanya kepasrahan dan keikhlasan sajalah yang dapat mengantarkan kita kepada Rahmat Allah itu.... dan itu menurut hemat sy tidak bisa pakai pendekattan kuantitatif....
Wallahu 'alam......
Rudi:
@aw: coba lebih seksama menyimak penjelasan sy. Justru sy menolak kuantitaif pak :)@fr: pertanyaan terakhr saya lum dijawab :)@ad: contoh bahasa kampung = "wis guno coh" :)
SUMBER TULISAN:
https://www.facebook.com/notes/ahmad-dahlan-al-fial-zain/dialog-lalan-rudi-asep-hilman-yahya-farid-rivai-dan-al-wafa/10150255084685599
PESERTA DIALOG diantaranya:
Pak LALAN: Ketua Sekolah TInggi Agama Islam Cirebon & Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Cirebon (Ilmu Syariah)
https://www.facebook.com/adahlan1?fref=ufi
Pak FARID: Direktur AKPER & Sekeretaris Persatuan Perawat Nasional Indonesia Cirebon (Ilmu Kesehatan)
https://www.facebook.com/Farid.Rivai?fref=ufi
AL WAFA (Pak EBEN): Ketua Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Cirebon & Pimpinan Pondok Pesantren Al Ishlah Cirebon
https://www.facebook.com/eben.sahlan?fref=ts
Oleh : Ahmad Dahlan al-Fial Zain
Idul Fitri menurut makna yang berkembang di kebanyakan umat Islam adalah kembali kepada fitrah. Kata fitrah diartikan suci sehingga Idul Fitri bermakna kembali suci. Suci yang dikehendaki di sini menurut faham yang terpublikasikan sekurang-kurangnya oleh para da’i dan atau kaum agamawan bahkan akademisi adalah bersih dari dosa. Jadi Idul Fitri berarti kembali bersih dari dosa.
Rupanya Idul Fitri diartikan seperti itu seiring dengan pemahaman terhadap Hadits Nabi saw.:
“Barang siapa menegakkan amalan-amalan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.”
Seandainya seorang muslim melaksanakan Ramadhan seperti yang dikehendaki Hadits tadi, maka saat ia akhiri bulan suci, pada momentum Idul Fitri, ia berada pada tahap penghapusan dosa-dosanya oleh Allah. Selanjutnya seorang muslim yang demikian berposisi seperti saat dalam usia bayi, suci tiada dosa.
Akan tetapi marilah kita lihat terminologi fitrah yang dipaparkan oleh para ahli dari berbagai bidang ilmu, mereka merumuskan makna fitrah dalam redaksi yang berbeda-beda tetapi mempunyi muatan makna yang relatif senada:
Al-Syarif Ali bin Ahmad al-Jurjaniy seorang ahli bahasa Arab dari Jurjan Persia, mendefinisikan fitrah sebagai watak yang senang menerima agama. Idul Fitri ia maknai kembali kepada ajaran agama.
Para ahli fiqih mengartikan fitrah sebagai tabi’at yang suci dan asli yang dibawa manusia sejak lahir, belum pernah disentuh oleh cacat dan aib. Idul Fitri menurut mereka kembali kepada keadaan suci seperti bayi yaitu beragama Islam.
Para ahli filsafat Islam mengartikan fitrah sebagai suatu persiapan sebelum lahir ke dunia untuk melaksanakan hukum Allah dan membedakan antara yang hak dan yang batil. Idul Fitri itu adalah kembali untuk melaksanakan hukum Allah.
Ibnu Abbas seorang ahli tafsir dari kalangan sahabat Nabi saw. mengatakan bahwa fitrah asli yang diberikan Allah kepada manusia adalah kecenderungan kepada agama Allah (Islam). Lebih jauh ia katakan : Fitrah itu sama sekali tidak dapat diubah. Jika ada seseorang yang cenderung kepada agama selain Islam, maka ia telah melawan fitrahnya. Oleh karena itu, tidak satu pun manusia senang untuk berbuat jahat. Meskipun ada seorang yang berani berbuat jahat namun nalurinya tetap tidak membenarkan perbuatan jahatnya. Pengaruh luarlah yang memaksanya untuk berbuat yang bertentangan dengan fitrah. Jadi Idul Fitri itu menurutnya adalah kembali kepada agama Islam.
Inti pikiran mereka dapatlah kiranya dirinci sebagai berikut :
- Al-Jurjani memaknai fitrah sebagai ajaran agama. Idul Fitri berarti kembali kepada ajaran agama.
- Para ahli fiqih mamaknai fitrah sebagai beragama Islam. Idul Fitri berarti kembali beragama Islam
- Para ahli filsafat memaknai fitra sebagai melaksanakan hukum Allah. Idul Fitri berarti kembali melaksanakan hukum Allah.
- Ibnu Abbas memaknai fitrah sebagai agama Islam. Idul fitri berarti kembali kepada agama Islam
Sepenangkapan saya, penggabungan keseluruhan paparan tentang pengertian Idul Fitri tadi dapat dimuarakan dalam suatu kesimpulan bahwa Idul Fitri itu berarti “kembali kepada ajaran agama Islam dalam arti kembali melaksanakan hukum-hukum dan atau ketentuan-ketentuan Allah yang merupakan dimensi ketauhidan.”
Barangkali pemahaman para ahli ilmu agama ini diilhami oleh Hadits Nabi saw. :
“Setiap makhluk manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (beragama Islam yang pasrah kepada Allah). Tetapi ayah ibunyalah yang kelak akan menghantarkan keyakinan agamanya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
Tataran penjelasan bahwa anak manusia yang baru lahir berkeadaan ruh tauhid dalam Hadits tersebut seiring dengan QS. al-A’raf ayat 172, yaitu :
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)"
Oleh sebab itu saat memasuki 1 Syawwal umat Islam diajarkan untuk bertakbir sebagai simbol kepasrahan untuk menjalankan ajaran Allah yang merupakan representasi hakekat tauhid.
Idul Fitri tidaklah menjadi proporsional bila dimaknai kembali kepada keadaan suci tak berdosa, tetapi mustinya dimaknai sebagai suatu keadaan manusia beriman yang suci berada dalam suatu komitmen bahwa oleh puasa Ramadhan ia mau merubah kehidupannya menjadi baik atau lebih baik dari semula dengan suatu langkah menjalankan setiap ajaran agama. Keadaan hati dan sikap pasca Ramadhan seperti inilah yang kemudian disebut oleh salah satu faham sebagai hakekat memperoleh Lailatul Qadar.
Pemahaman bahwa Idul Fitri itu kembali kepada kemauan untuk melaksanakan ajaran agama, tidak diartikan kembali kepada keadaan suci tak berdosa memberi kontribusi atas tumbuhnya pemahaman serta bulatnya keyakinan terhadap firman Allah QS. al-Nisa ayat 17 :
“Hanya saja taubat yang diterima bagi Allah adalah untuk orang yang melakukan keburukan karena kejahilannya.”
Maksud kata “kejahilannya” yang tertuang dalam ayat tersebut ialah: 1. orang yang berbuat maksiat dengan tidak mengetahui bahwa perbuatan itu adalah maksiat kecuali jika dipikirkan lebih dahulu. 2. orang yang durhaka kepada Allah baik dengan sengaja atau tidak. 3. orang yang melakukan kejahatan Karena kurang kesadaran lantaran sangat marah atau Karena dorongan hawa nafsu.
Ayat ini secara dalalah isyariy (implisit) menjelaskan bahwa terdapat dosa yang tidak dapat diampuni, yaitu dosa karena suatu perbuatan buruk yang dilakukan bukan oleh karena ketidaktahuan pelakunya bahwa perbuatan tersebut adalah dilarang agama.
Orang yang melakukan keburukan karena kesadarannya bahwa perbuatannya tersebut bermuatan ketidakadilan, seperti halnya suatu kegiatan buruk yang dilakukan seorang ahli ekonomi, programer komputer, ahli hukum pembuat peraturan, ilmuan, guru/dosen, pedagang, pandai besi, dan lain sebagainya hanya untuk keperluan gap keadilan dan atau untuk keperluan pragmatis ataupun keuntungan praktis personal atau komunitasnya kendatipun mereka melaksanakan puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan keihlasan, maka saat beridul fitri tidaklah mereka ada dalam dimensi bebas dosa. Bahkan sebenarnya mereka adalah pendosa yang dosanya tak tergantikan oleh puasa Ramadhan.
Akan tetapi atas momentum Idul Fitri terdapat ruang yang menekan mereka untuk melaksanakan ajaran agama sebaik-baiknya dengan suatu harapan bahwa pada tempo ke depan kehidupannya yang bersandar pada ajaran agama tersebut dapat terhitung dan terhimpun sebagai amal saleh yang bisa jadi jauh lebih baik secara kuantitas dan kualitas ketimbang keburukan yang pernah diperbuatnya. Barangkali inilah fenomena yang dikehendaki oleh ayat : “Kebaikan-kebaikan itu dapat meninggalkan keburukan-keburukan…”
Problem aksiologis atas pemikiran ini adalah bahwa Hadits Nabi saw. : “Barang siapa menegakkan amalan-amalan Ramdhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu ” seperti tidak bisa dijadikan dasar kepercayaan agama. Menurut saya, sepanjang pemaknaan terhadap Hadits tersebut parsial, memang ia tidaklah dapat dijadikan pegangan agama.
Dalam pada itu, Hadits tersebut sebenarnya secara publikasi adalah populer dan familier di kalangan agamawan khususnya dan umat Islam pada umumnya. Sehingga sekalipun tanpa penelaahan kharijiy maupun penelaahan daakhiliy terhadapnya, ia lazim disebut sebagai Hadits Masyhur dalam arti non Hadits Ahad. Hadits seperti ini yang secara fungsi pendidikan, kendatipun bukan merupakan hasil penelitian tetapi menurut faktanya seperti telah memberi kontribusi bagi pendorong bagi umat Islam atas kesediaannya untuk melaksanakan puasa Ramadhan, sesungguhnya secara epistemologis dapat dijadikan alat penjelas bagi ayat al-Qur’an. Jadi Hadits tersebut tidaklah serta merta diposisikan sebagai keterangan agama yang bertentangan dengan QS. al-Nisa ayat 17. Ia masih bisa difungsikan sebagai keterangan agama sepanjang prosedur pemahaman terhadapnya memposisikan QS. al-Nisa ayat 17 sebagai aspek aksiomatik keterangan agama.
Sehingga inti pesan QS. al-Nisa ayat 17 : “tidak diterima taubatnya seorang pendosa karena dilakukan oleh kesadarannya” dalam struktur sistem nalar silogisme diposisikan sebagai patokan utama yang musti atau sebagai yang mayor, sedangkan Hadits tersebut sebagai keterangan agama penyerta, keterangan yang tidak bisa lepas dari keterangan utama.
Jadi cara mengartikan atau memahami Hadits tersebut haruslah kira-kira sebagai berikut : “Barang siapa yang menegakkan amalan-amalan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka diampunilah dosa-dosa yang telah lalu yang dilakukan karena kejahilannya."
DIALOG : LALAN, RUDI, ASEP HILMAN YAHYA, FARID RIVAI DAN AL WAFA
September 21, 2010 at 8:45pm
Rudi : Nimbrung Ah...
Ada 2 orang memilik usia persis sama 15 tahun pada detik pergantian bulan pada 1 Syawal 1430 H. Kedua orang tersebut terdefinisikan oleh Tuhan memulai akil baligh pada detik pertama tanggal tersebut kemudian malaikat memulai pul...a pencatatan amal baik buruknya.
Selanjutnya kita misalkan ada 3 grade dosa, yakni dosa A, dosa B dan dosa C, dimana dengan mengambil asumsi menurut Skala Likert dalam statisitk, bobot besar dosa tersbut berturut-turut adalah: dosa A bernilai 3, dosa B bernilai 2, dan dosa C bernilai 1.
Jika oleh malaikat bahwa sejak detik pertama 1 Syawal 1430 H hingga tepat detik terakhir 30 Ramadhan 1431 H, kedua orang tersebut tercatat melakukan dosa sebanyak:
Orang ke-1: A = 100 kali B = 500 kali C = 700 kali
Orang ke-2: A = 200 kali B = 500 kali C = 400 kali
Dengan demikian, total nilai dosa yang dilakukan kedua orang tersebut masing-masing adalah:
Orang ke-1: A = 100 x 3 = 300 point B = 500 x 2 = 1.000 point C = 700 x 1 = 700 point Total point dosanya adalah 2.000 point.
Orang ke-2: A = 200 x 3 = 600 point B = 500 x 2 = 1.000 point C = 400 x 1 = 400 point Total point dosanya adalah 2.000 point.
Ternyata kedua orang tersebut memiliki total point dosa yang sama yakni 2.000 point.
Berikutnya ...
Saya tidak memaparkan grade pahala (sebagai bagian kepedulian bagi yang buka fesbuk pake handphone, karena nanti bete bacanya he... he ...), tetapi anggap saja total point pahala yang didapatkan oleh Orang ke-1 dan ke-2 masing-masing adalah 2.001 point dan 1.999 point.
Amalan keduanya selama ramadhan didasari keimanan dan keikhlasan yang penuh seperti pada hadits Rasulullah.
Pertanyaan sederhana saya:
Selama setahun penuh tersebut, yakni sejak detiak pertama 1 Syawal 1430 H hingga detik terakhir 30 Ramadhan 1430 H, apakah keduanya akan suci seperti ketika sebelum akil baligh? [ga usah jauh-jauh dulu suci seperti baru lahir loh :) ... ]
Monggo kita jama'ah fesbuk menjawabnya ... Kira-kira jawabannya seperti apa ya? :)
Saya slalu merenung dan berfikir, dengan analisis kuantitatif yang sangat-sangat sederhana itu saja, kita bisa jadi akan mengalami kesulitan yang luar biasa untuk mengukur timbangan dosa dan pahala kita. Lalu gimana klo gradenya lebih diperlebar menjadi 10 pangkat 12, kemudian diberikan faktor bobot untuk masing-masing grade dosa/pahala, serta menggunakan asumsi keterkaitan (relasi) fungsi antar dosa/pahala, Wah .... kayanya metode artificial intelegence, atau metode fuzzy logic tidak mampu untuk menjawabnya. Bisa jadi juga prosesor komputer tercepat kita akan "overheat" karena stress ngitungnya.
Lalu mari kita menengok lagi nukilan quran dan hadits note tersebut:
“Barang siapa menegakkan amalan-amalan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.” [Hadits]
"Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" [QS 4:17]
Keawaman saya berpendapat, keduanya (dan mungkin hadits dan ayat lain) memberikan analisis kualitatif yang "tidak" memberikan kesimpulan "vonis" bahwa Idul Fitri akan menghapus seluruh dosa telah lalu.
Amalan-amalan mana yang telah dipenuhi, dosa-dosa apa saja yang terhapus, bagaimana mengukur variable keimanan dan keikhlasan selama ramadhan, yang dapat memenuhi syarat kriteria hadits tersebut?
Namun menurut pendapat fakir saya, Tuhan sudah memberikan kalimat kunci pada An-Nisa tersebut: "Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".
Jadi klo pakai bahasa Panguragan: "Sing paling weru pisan kuh mung Gusti Allah. Tugase menuso mung ngerjakaen amalan2 sing bener, lan ngurangi doso saban waktu urip. Wis bli uso diitung-itung doso karo ganjarane menuso. Kuen kuh urusane gusti Allah"
Lagi pula, tidak malukah kita menghitung amalan dan "menuntut" penghapusan dosa kepada Allah, jika kita tahu kita tidak bisa mengukur nikmat gravitasi bumi yang diberikan kepada kita, nikmat jarak matahari ke bumi yang selalu terjaga, nikmat metabolisme tubuh yang teratur, nikmat paparan radiasi yang slalu berbanding terbalik dengan jarak, nikmat pandangan, penglihatan, rasa, pendengaran, dan nikmat "pengakuan" kita tentang adanya Tuhan, Yang Maha Pemberi Nikmat.
Wallahu a'lam
Asep Hilman Yahya:
Lagian kalo mengingat tantangan/resistensi terhadap amalan-amalan ibadah di bulan Ramadlan, sebetulnya relatif lebih kecil dibanding dengan 11 bulan lainnya. Bayangkan, apa susahnya puasa misalnya di tengah lingkungan dengan sikon yang "ber...puasa", apalagi konon syetan-syetan dibelenggu. Logikanya motivasi dan perjuangan amalan ibadah di luar bulan ramadlan bisa jadi lebih orsinil dan berbobot dibanding pada bulan ramadlan. Maka nggak salah-salah amat jika ada ungkapan : puasa atau qiyamu lail di bulan ramadlan itu BIASA, dan puasa atau qiyamu lain di luar bulan ramadlan itu LUAR BIASA......mau !?
Farid Rivai:
Menghitung pahala dan dosa agar kembali ke fitra, saya setuju dg perkataan wong panguragan,"sing paling weru pisan..." ga usah cape-cape ngitunge, dan ternyata nikmat Allah di Dunia jauh lebih besar dari apa yg isun kerjakan untuk beribadah... padaNya. Kontek Fitrah, spt suci bagaikan bayi baru lahir atau kembali ke ajarannya, menurut isun tafsir dari manusia agar termotivasi berbuat baik dg mengerjakan perintahnya dan menjauhi larangannya. Karena seyogyanya hanya Allahlah yg mengetahui. Barangkali Allah memberikan satu bulan kebijakan cukup istimewa, guna memotivasi manusia lebih baik lagi di dlm menjalankan tugasnya "beribadah" bersyukurbersykur berikutnya
Rudi:
Tamsil sejen romadhon kuh pado bae kayo wong "cuci darah" yo pak farid ... Sewise cuci darah dudu berarti darahe biso bersih maning persis sedurunge cuci darah.
Sejauh mana tingkat bersihnya darah setelah cuci darah tentu tergantung prilaku... pasien (amalan-amalan), keyakinan (keimanan) dan kesungguhan (keikhlasan) pasien terhadap keberhasilan cuci darah tersebut ... :)
By the way, ari "kamdiyah" Cerbon sih wis cuci darah durung ya pa farid + mas lalan? :)
Farid Rivai:
Aq mudah memahami tamsil mas rudi, tapi apa seperti itu ? ketika mau cuci darah banyak ureum,kret, dan met lain yg bersama darah (dosa), setelah di cuci kadar na, ureum, kret normal (dosa terbuang) tapi dlm kondisi normal, karena kalau met....(ureum, kret, dll) habis justru bahaya dlm tubuh. Kayae bli pas kuh, terkait dengan romadhon. Ramadhon menurut isun sebagai motivator utuk berbuat lebih baik, kata kyai Kos mestie setelah ramadhon keimanan qt bukanmenurun tapi justru lebih meningkat, karena latihan-latihan selama 1 bln, tapi karena manusia pada dasarnya (rata-rata) akan turun, dan syukur hanya berlangsung 11 bulan grafik penurunan (kalau terjadi turun), disitulah maha Penyayang Allah yg mengetahui tentang mahluqnya.
Al Wafa’:
Aku adalah KHAZANAH yang tersebunyi... demikian Tuhan berfirman.. oleh karena itu Ku-ciptakan makhuq.. agar Aku diketahui......
Dalam presfektif itulah mungkin qt bisa malihat / memahami akan ketentuan Allah.. termasuk dalam hal PAHALA atau... DOSA masing2 mahluq.....
Bahkan jika kita coba menujuk kepada Hadits Nabi SAW : " Tiada seorang Hambapun.. yang dapat masuk Surga karena amal ibadah yang dilakukannya... kecuali hanya dengan Rahmat Allah... kemudian para sahabat bertanya... "termasuk engkau ya Rasulullah... ? "... " Ya.. termasuk saya kecuali dengan Rahmat Allah...."
Jadi apa artinya.... hanya kepasrahan dan keikhlasan sajalah yang dapat mengantarkan kita kepada Rahmat Allah itu.... dan itu menurut hemat sy tidak bisa pakai pendekattan kuantitatif....
Wallahu 'alam......
Rudi:
@aw: coba lebih seksama menyimak penjelasan sy. Justru sy menolak kuantitaif pak :)@fr: pertanyaan terakhr saya lum dijawab :)@ad: contoh bahasa kampung = "wis guno coh" :)
SUMBER TULISAN:
https://www.facebook.com/notes/ahmad-dahlan-al-fial-zain/dialog-lalan-rudi-asep-hilman-yahya-farid-rivai-dan-al-wafa/10150255084685599
PESERTA DIALOG diantaranya:
Pak LALAN: Ketua Sekolah TInggi Agama Islam Cirebon & Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Cirebon (Ilmu Syariah)
https://www.facebook.com/adahlan1?fref=ufi
Pak FARID: Direktur AKPER & Sekeretaris Persatuan Perawat Nasional Indonesia Cirebon (Ilmu Kesehatan)
https://www.facebook.com/Farid.Rivai?fref=ufi
AL WAFA (Pak EBEN): Ketua Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Cirebon & Pimpinan Pondok Pesantren Al Ishlah Cirebon
https://www.facebook.com/eben.sahlan?fref=ts
Salah satu budaya di desa saya ketika kondangan adalah beras dijadikan 'transaksi angpao kondangan' oleh para undangan dan pemilik hajat. Beras ini akan dikembalikan dengan jumlah yang sama ketika para undangan pada suatu saat nanti menjadi sebagai pemilik hajat. Dengan kata lain, proses 'kondangan beras' di desa saya bisa dikatakan sebagai bentuk arisan.
Ada satu hal menarik yang kita bisa cermati dari pola kondangan beras tersebut. Mengapa mereka memilih beras, bukan uang sebagai 'media arisan kondangan'. Hal ini bisa jadi karena dilatarbelakangi oleh para orang terdahulu sudah meyakni bahwa nilai beras tidak akan berubah sementara nilai uang sebagai alat tukar bisa berubah.
Ketika Si A memberikan 100 kg beras sebagai kondangan saat diundang hajatan oleh Si B, maka ketika Si A mengadakan hajatan semisal 5 tahun kemudian, Si B pun akan memberikan kondangan 100 kg beras pula dengan kualitas yang sama.
Coba kita bayangkan jika Si A memberikan uang senilai Rp 500.000 sebagai pengganti 100 kg beras saat kondangan itu, dan si B pun memberikan Rp 500.000 pada 5 tahun kemudian di hajatan Si A. Maka 'nilai uang 500 ribu' si B pasti lebih rendah dari Si A.
Namun sepertinya pada kalangan remaja atau generasi zaman sekarang justru nilai-nilai kepahaman dari generasi terdahulu di kampung tentang uang sebagai sekedar alat tukar ternyata mulai berubah. Generasi sekarang hanya ingin berfikir praktis, tidak mau repot membawa beras. Padahal justru perubahan dari beras ke uang dalam sistem kondangan arisan di kampung malah akan menjadi persoalan baru dalam berkehidupan masyarakat.
Tragedi Yunani adalah salah satu dari dampak global akibat uang dijadikan sebagai komoditi bukan sebagai alat tukar sementara. Uang kertas yang tak bernilai dicetak untuk dibungakan. Bahkan alat tukar pun seharusnya senilai dengan barang atau jasa yang kita transaksikan.
Uang terus menerus dicetak dan ditambahkan berlipat-lipat sementara produktivitas barang dan jasa menurun. Akibatnya Yunani terjerat oleh 'perdagangan utang atau pengkomoditian uang' yang harus dibayarkan oleh negara kepada lembaga pemberi utang. Sungguh memprihatinkan.
Video berikut menjelaskan tentang gagalnya sistem ekonomi berbasis Uang Fiat.
Mari kita kembali pada suasana 'zaman dulu' dimana barang dijadikan sebagai sesuatu yang lebih berharga daripada uang. Uang hanya lembaran kertas yang difungsikan sebagai alat tukar. Bukan komoditi. Maka jangan sekali-kali membuat nilai uang menjadi bertambah mengikuti waktu, karena uang bukan 'barang' yang harus dijual-belikan. Dan melipatgandakan nilai uang sangat dekat dengan aktiitas riba atau bahkan riba itu sendiri. Terkecuali uang tersebut dicetak dalam bentuk barang yang berharga seperti kepingan dinar atau logam berharga lain.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabb-nya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan melipat-gandakan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang senantiasa berbuat kekafiran / ingkar, dan selalu berbuat dosa.” (QS. al-Baqarah [2]: 275-276)
wallahu a'lam
Saat kita masih kecil masih bayi, jiwa kita masih bersih sehingga kita belum memerlukan orang lain untuk membersihkan dan menyucikannya. Namun fisik kita bisa kotor, oleh karenanya kita membutuhkan pertolongan orang lain seperti ayah dan ibu kita untuk membersihkan kotoran dalam tubuh kita. Orang tua kita rutin memandikan untuk membersihkan daki yang ada di badan, atau mencebokkan untuk membersihkan kotoran yang kita keluarkan.
Ketika sudah beranjak besar dan menjadi dewasa, kita tak perlu lagi membersihkan kotoran fisik tersebut karena kita bisa membersihkannya sendiri secara mandiri, kecuali ketika dalam keadaan sakit. Namun sebaliknya amat berbeda terhadap jiwa kita. Jiwa kita sudah mulai kotor dengan kesalahan dan dosa hidup.
Tatkala jiwa kita sudah mulai kotor tersebut, secara logika, kita pun seharusnya masih tetap membutuhkan pertolongan orang lain untuk membersihkannya, baik dalam bentuk nasehat atau pun kritikan.
Maka amat sangat mengherankan jika masih banyak dari kita yang seringkali tidak mau menerima nasehat dan kritikan dari orang lain dengan cara tidak membuka kran ruang dialog.
Apakah kita melupakan masa kecil kita ketika banyak kotoran badan yang tidak bisa kita bersihkan sendiri? Entahlah ...
Selamat pagi buat semuanya. Semoga hari ini dan hari-hari selanjutnya, kita dapat lebih memaknai masa kecil masing-masing untuk dapat mengambil hikmah tentang pentingnya membersihkan jiwa dan fisik kita dari setiap kotoran yang dapat menghitamkan hidup kita. Aamiin ...
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr [114]: 1-3)
wallahu a'lam ...
Secara etimologi Istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita, buah pikiran dan logos yang berarti ilmu. Jadi, ideologi adalah ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari idea disamakan artinya dengan cita-cita. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham. Dengan demikian ideologi mencakup pengertian tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita. Secara terminologi ideologi adalah suatu kumpulan gagasan, ide, keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan tingkah laku seseorang dalam berbagai bidang kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, hukum dan lain-lain.
Berikut adalah beberapa ideologi yang ada di dunia dan dipandang telah gagal membawa manusia dalam sebuah kehidupan yang utuh baik secara personal maupun kemasyarakatan dalam sebuah ketercapaian integritas kebutuhan material dan spiritual.
1. Sosialisme
Sosialisme mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Pada tahun 1827, istilah ini awalnya digunakan untuk menyebut pengikut Robert Owen (1771-1858) di Inggris. Istilah ini juga mengacu pada para pengikut Saint Simon (1760-1825) di Perancis. Bersama Fourier (1772-1832) dari Perancis, Robert Owen dan Saint Simon membuat rumusan sebuah pemikiran mengenai sosialisme.
Sosialisme lahir sebagai akibat perkembangan kapitalisme. Sosialisme merupakan suatu paham yang menjadikan kebersamaan sebagai tujuan hidup manusia dan mengutamakan segala aspek kehidupan bersama manusia. Kepentingan bersama dan kepentingan individu harus dikesampingkan. Negara harus selalu campur tangan dalam segala kehidupan, demi tercapainya tujuan negara.
Kesengsaraan kaum buruh akibat penindasan kaum kapitalis menimbulkan pemikiran para cendekiawan untuk mengusahakan perbaikan nasib.
Adapun ciri khas sosialisme sebagai berikut :
- Hak milik pribadi atas alat-alat produksi mesin diakui secara terbatas.
- Mencapai kesejahteraan dengan cara damai dan demokratis.
- Berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dan perbaikan nasib buruh dengan luwes secara bertahap.
- Negara diperlukan selama-lamanya.
Sejak abad ke-19, sosialisme berkembang ke banyak paham-paham yang berbeda seperti anarkisme, komunisme, fasisme, leninisme, stalinisme, maupun maonisme.
2. Anarkisme
Istilah anarkisme berasal dari kata dasar anarki, dan isme yang berarti paham, ajaran, atau ideologi. Kata anarki merupakan serapan dari kata anarchy (bahasa Inggris) dan anarchie (bahasa Belanda, Jerman, Perancis). Dalam bahasa Yunani, archos/archia berarti pemerintah/kekuasaan. Bentukan a yang berarti tidak/tanpa/nihil ditambah sisipan n jika diletakkan pada kata archia menjadi kata anarki, yang artinya tanpa pemerintahan. Jadi, anarchos berarti tanpa pemerintahan atau pengelolaan, koordinasi tanpa hubungan memerintah dan diperintah, menguasai dan dikuasai, mengepalai dan dikepalai, mengendalikan dan dikendalikan, dan sebagainya. Adapun anarkis merupakan orang yang mempercayai dan menganut anarki. Secara keseluruhan, anarkisme berarti suatu paham yang mempercayai bahwa segala macam bentuk negara, pemerintah, dengan kekuasaannya merupakan lembaga-lembaga yang menumbuhsuburkan penindasan terhadap kehidupan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan perangkat-perangkatnya harus dimusnahkan.
Anarkisme sangat berhubungan dengan kekerasan dan Mikhail Bakunin (1814-1876). Ia adalah seorang bangsawan Rusia. Menurutnya, kebebasan individu hanya dapat diwujudkan secara sepenuhnya setelah negara dan lembaga-lembaga penopangnya dapat dihancurleburkan. Anarkisme menjadi suatu pandangan yang berlebihan terhadap kebebasan individu.
Dalam sejarahnya, para anarkis sering kali menggunakan kekerasan sebagai cara yang ampuh untuk memperjuangkan ide-idenya, dipergunakannya cara kekerasan dalam anarkisme sangat berkaitan dengan gerak mereka yang mengesahkan kekerasan, penyerangan, dan pengrusakan.
3. Leninisme
Leninisme berasal dari kata Lenin. Vladimir Ilyic Ulyanov atau yang lebih dikenal dengan nama Lenin adalah murid Karl Marx. Ia adalah orang pertama yang menerapkan ideologi Marx dalam kehidupan. Pada akhir abad ke-19, paham ini dibawa Lenin dengan memainkan peran dan daya tarik pada kelompok kecil intelektual di Rusia. Berkat usahanya, Lenin berhasil mendirikan Partai Buruh Sosialis Demokrat Rusia pada tahun 1898 dalam kongres rahasia di Minsk. Pada kongres kedua (tahun 1903), partai pecah menjadi dua, yaitu Mensheviks (fraksi minoritas) dan Bolsheviks (fraksi mayoritas). Mensheviks menginginkan perpanjangan masa kehidupan kapitalisme di Rusia, sebelum sosialisme masuk. Sebaliknya, Bolsheviks menginginkan Revolusi Sosialis harus dipercepat dengan organisasi yang kuat, beranggotakan kaum revolusioner profesional. Pada 7 Oktober 1917, Lenin langsung memimpin revolusi kaum Bolsheviks dan berhasil meruntuhkan Tsar (pemimpin Rusia). Menurut Lenin, Revolusi Oktober adalah bagian dari revolusi dunia. Sejak saat itu, Rusia berubah menjadi Uni Soviet yang komunis, sekaligus pusat komunisme internasional.
4. Stalinisme
Stalinisme berasal dari nama Stalin (1879-1953). Ia adalah tokoh sosialis Soviet yang menguasai negara pada tahun 1903-an. Menurut Stalin, sosialisme harus berada di satu negara, yaitu Soviet. Bagi Stalin, Soviet harus menjadi benteng sosialisme, yang merupakan model pembangunan sosialisme yang akan mengilhami kaum sosialis di seluruh dunia. Tentu saja hal ini bertentangan dengan ide Trotsky, yang menginginkan sosialisme meluas ke luar Rusia.
Selanjutnya, pada tahun 1928 Stalin membuat program produksi pertanian secara kebersamaan dan program pembangunan lima tahun pertama di Uni Soviet. Ditambah dengan serangkaian program perkembangan lainnya, Stalin ingin menjadikan Uni Soviet sebagai negara berkekuatan industri sekaligus militer. Akibatnya, jutaan petani menjadi korban program pembangunan Stalin ini.
5. Komunisme
Komunisme merupakan sebuah ideologi dunia yang muncul sebagai reaksi dari kapitalisme. Paham komunisme mendasarkan pada Marxisme dan Leninisme. Dengan begitu, Komunisme adalah Marxisme-Leninisme. Karl Marx, pencetus Marxisme menganggap negara sebagai susunan golongan masyarakat yang dibentuk untuk menindas golongan lain. Pemilik modal menindas kaum buruh. Menurut Karl Marx, kaum buruh perlu membuat revolusi (perubahan secara mendadak) untuk merebut kekuasaan negara dari golongan kapitalis dan borjuis (orang-orang kaya). Dengan cara ini, kaum buruh akan menjadi penguasa dan dapat mengatur negara.
Paham yang dicetuskan oleh Karl Marx ini berhubungan dengan aliran materialisme yang menonjolkan penggolongan, pertentangan antar golongan, konflik kekerasan atau revolusi, serta perebutan kekuasaan negara. Ajaran Karl Marx dipopulerkan oleh Frederick Engels dan dipadu dengan pemikiran Lenin, menjadi landasan komunisme. Marx berpendapat bahwa mata pencaharian manusia menentukan cara berpikirnya. Menurutnya, ekonomi masyarakat ditandai adanya pertentangan antara kelas atas (kaum kapitalis, pemilik modal) dan kelas bawah (kaum protelar) yang hanya memiliki tenaga. Kaum kapitalis ingin meningkatkan keuntungan dengan menekan biaya produksi, adapun kaum protelar berusaha meningkatkan pendapatannya.
Dalam usaha merebut dan mempertahankan kekuasaannya, komunisme melakukan tindakan-tindakan berikut :
- Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
- Menciptakan konflik untuk mengadu golongan-golongan tertentu.
- Komunisme tidak mengakui adanya Tuhan (atheisme), tapi lebih mengutamakan materi.
- Masyarakat komunis bercorak internasional. Artinya, masyarakat yang dicita-citakan komunisme adalah masyarakat dunia, tanpa nasionalisme.
- Komunisme bercita-cita menciptakan masyarakat tanpa kelas. Pertentangan kelas, hak milik pribadi, dan pembagian kerja dianggap akan menjauhkan dari suasana hidup yang aman dan tenteram.
Ciri khas yang melekat pada ideologi komunisme :
- Hak milik pribadi atas alat-alat produksi.
- Dalam mencapai kesejahteraan menghalalkan segala cara, dengan tindakan revolusioner.
- Meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan cara diktator proletariat, terutama pada masa-masa peralihan (transisi).
- Negara hanya diperlukan untuk sementara waktu saja, selama belum mencapai kesejahteraan.
Ideologi komunisme mulai diterapkan saat meletus Revolusi Bolshevik di Rusia, pada tanggal 7 November 1917. Sejak saat itu komunisme diterapkan sebagai sebuah ideologi dan disebarluaskan ke negara lain. Saat ini Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba, dan Laos masih menganut paham komunis.
6. Fasisme
Istilah Fasisme berasal dari bahasa Italia, fascio dan bahasa Latin, kata fascis. Artinya seikat tangkai-tangkai kayu, dengan kapak di tengahnya. Pada zaman kekaisaran Romawi, ikatan kayu ini dipersembahkan di depan pejabat tinggi. Dengan kata lain, fascis menjadi simbol kekuasaan pejabat pemerintah. Fasisme merupakan sebuah paham politik yang mengutamakan kekuasaan secara menyeluruh, tanpa adanya demokrasi. Paham ini menomorsatukan bangsa sendiri dan memandang rendah bangsa lain. Dapat pula dikatakan, fasisme merupakan suatu sikap nasionalisme yang berlebihan.
Fasisme muncul pertama kali di Italia, dalam wujud Benito Mussolini. Pada abad ke-20, tepatnya setelah Perang Dunia I, keadaan Italia mulai mengeruh. Pada saat itu banyak orang-orang Italia yang menjadi pengangguran. Kondisi ini ditindaklanjuti raja dengan memilih Benito Mussolini sebagai Perdana Menteri. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Mussolini dengan mengubah Republik Italia menuju kediktatoran dengan memonopoli kekuasaan. Sementara itu, fasisme juga muncul di Jerman setelah Perang Dunia I, sebagai negara yang kalah. Pada mulanya muncul kelompok partai National Socialist German Workers (Partai Buruh Nasional Jerman). Partai ini lebih terkenal dengan NAZI, berasal dari dua suku kata pertama kata Nasional. Saat itu angka pengangguran melonjak naik di Jerman. Anggota partai NAZI yang pada tahun 1928 berjumlah 100.000 orang, dengan segera bertambah menjadi 1,4 juta orang pada tahun 1932. Kondisi ini menjadikan pemerintahan berpaling pada Hitler. Ia pun ditunjuk menjadi Kanselir (perdana menteri) pada Januari 1933. Seperti halnya Mussolini, Hitler mengubah parlemen menjadi diktator. Namun demikian, terdapat perbedaan antara fasisme di Italia dengan Nazisme. Jika di Italia fasisme hanya berkisar pada nasionalisme, Nazisme bahkan menjalar pada rasialisme yang sangat kuat. Begitu kuatnya nasionalisme, hingga memusnahkan bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih rendah.
Ciri khas ideologi fasisme sebagai berikut :
- Mengingkari derajat kemanusiaan, Bagi fasisme, keberadaan pria melebihi wanita, militer melebihi sipil, anggota partai melebihi bukan anggota partai, bangsa satu melebihi bangsa lain, dan yang kuat harus melebihi yang lemah. Dengan demikian, fasisme tidak mengakui adanya persamaan kedudukan dan kemanusiaan, tapi lebih mengutamakan kekuatan
- Ketidakpercayaan pada kemampuan nalar, Keyakinan yang berkelebihan merupakan sesuatu yang sudah tentu benar.
- Pemerintahan oleh kelompok elit, Pemerintahan harus dipimpin oleh beberapa orang elit. Jika muncul pertentangan pendapat, keinginan elit yang berlaku.
- Perilaku bertumpu pada kekuasaan dan kebohongan, Jika ada yang berusaha menentang kekuasaan negara, maka dianggap musuh yang harus dimusnahkan. Menurut ideologi ini, kebenaran terletak pada perkataan yang berulang-ulang, bukan pada kebenaran yang sebenarnya.
- Totalirisme, Fasisme bersifat total untuk menyingkirkan kaum yang dianggap lebih rendah, seperti wanita. Pengawasan yang ketat selalu dilakukan. Totalirisme memakai cara kekerasan.
- Rasialisme dan imperialisme, Fasisme menganggap ras mereka lebih unggul daripada ras lain. Oleh karena itu, ras lain harus tunduk dan dikuasai.
- Menentang hukum dan keterlibatan internasional, Fasisme memilih perang sebagai posisi tertinggi dalam peradaban manusia.
Fasisme juga pernah diterapkan di Jepang, Mesir, Finlandia, Yunani, Austria, dan Bulgaria. Pada tahun 1936, Spanyol diwarnai fasisme di bawah pimpinan Jenderal Fransisco Franco, dengan revolusi militernya. Sekarang, fasisme cenderung tampil sebagai kekuatan reaksioner di negara-negara maju, misalnya Kluk Kluk klan di Amerika Serikat. Mereka berusaha mempertahankan keberadaan kulit putih yang mereka anggap ras paling tinggi.
7. Trotskyisme
Trotskyisme berasal dari nama pendirinya, Leon Trotsky (1879-1940). Ia memiliki ajaran mengenai revolusi abadi. Isinya berupa pernyataan bahwa revolusi dapat berhasil dan mendukung keinginan sosialnya bila revolusi itu meluas di luar batas Rusia. Menurutnya, meluasnya revolusi sosialisme akan dapat mengatasi kekuatan kapitalisme Eropa.
Trotsky tidak mendukung kebijakan ekonomi baru kapitalis semu. Kebijakan ini telah dilaksanakan oleh Stalin pada tahun 1921 dan dicetuskan kembali pada tahun 1928 oleh Stalin. Menurut Trotsky, kegagalan kebijakan ekonomi tersebut untuk mempersatukan petani dan menganjurkan semangat borjuis di antara pengusaha kecil. Hal ini merupakan cermin kemunduran dalam perkembangan sosialisme di Rusia. Selanjutnya, Trotsky mencetuskan kembali teori produksi dan distribusi secara kebersamaan, yang diprakarsai oleh negara.
8. Maoisme
Maoisme berasal dari nama Mao Zedong. Ia adalah pemimpin Partai Komunis Cina (PKC). Partai ini didirikan oleh para profesor dari Universitas Peking pada tahun 1921. Maoisme merupakan ideologi komunis di Tiongkok. Berbeda dengan komunisme di negara-negara lain, Maoisme lebih mementingkan peran petani daripada buruh. Karena kondisi Tiongkok menempatkan kaum buruh sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kapitalisme.
Mao Zedong membentuk tentara petani dan menjalankan hal-hal berikut:
- Pendistribusian kembali tanah, tujuannya untuk memberi keuntungan bagi para petani miskin.
- Membatasi eksploitasi petani oleh tuan tanah dan para lintah darat.
- Melembagakan pajak dan program kesejahteraan.
- Memperkuat organisasi politik dan militer komunis.
Sumber:
"Membersihkan Islam dari campur tangan politik."
Slogan di atas sekilas adalah mungkin bermakna memurnikan Islam, atau upaya mengembalikan Islam kepada keasliannya (ashalah-nya). Dan tafsir ini memang yang dikehendaki untuk berkembang di masyarakat awam. Padahal, tafsir si pembuat slogan di atas berbeda.
Mustafa Kemal Ataturk (mantan panglima perang kekhalifahan Turki Utsmani di wilayah Anatolia pada Perang Dunia I antara Kehalifahan Utsmani dan Jerman melawan Inggris, Yunani dan Rusia) yang membuat slogan di atas. Dasar tujuannya adalah memisahkan Islam dengan politik (baca: negara/kekuasaan).
Lalu, untuk mewujudkan impiannya membangun Turki yang modern apakah Ataturk menggunakan cara-cara yang kasar? Revolusi atau kudeta misalnya? Tidak.
Ataturk muncul pada awalnya adalah sebagai 'orang biasa'. Ia kemudian bergabung dengan militer kekhalifahan Utsmani. Gaya kepemimpinannya yang khas, revolusioner, berani, ahli strategi perang dan lainnya, menjadikan karirnya di militer mengalami kecemerlangan. Ia adalah sosok yang menonjol, sehingga rakyat Turki Utsmani saat itu memandang dia sebagai tokoh yang fenomenal.
Ternyata, kefenomenalannya bukan sebuah hal yg alami. Fenomenalnya Ataturk ternyata by designed. Setidaknya, Inggris dan Yahudi-lah yang meng-create seorang Mustafa Kemal Ataturk untuk kemudian menjadi duri dalam daging kekhalifahan Turki Utsmani saat itu.
Masih ingat tentang pernyataan Sultan Abdul Hamid II terhadap permintaan Hertzl (Bapak Zionisme Internasional) dan Inggris untuk menyerahkan wilayah Palestina? Bahkan ia ditawari uang sebesar 150 juta dinar emas (sekitar 270 Trilyun Rupiah), ditawarkan mengenai pelunasan 'hutang negara' yang cukup besar saat itu, juga pendirian Universitas Daulah Utsmaniyah di Palestina dan bantuan armada laut. Ya, jawaban Sultan Abdul Hamid II adalah sebagai berikut:
"Sesungguhnya andaikata tubuhku disayat-sayat dengan pisau atau salah satu anggota badanku dipotong maka itu lebih aku sukai dari pada aku perkenankan kalian tinggal di bumi Palestina yang merupakan negara kaum muslimin. Sesungguhnya bumi Palestina telah direbut dengan pengorbanan darah. Dan sekali-kali bumi itu tidak akan dirampas dari mereka melainkan dengan pertumpahan darah. Dan sungguh Allah telah memuliakanku sehingga dapat berkhidmat kepada agama Islam selama tiga puluh tahun. Dan aku tidak akan mencoreng sejarah para leluhurku dengan aib ini".
Kemudian Sultan Abdul Hamid II melanjutkan, "Simpanlah uangmu itu hai Hertzl! Jika Abdul Hamid telah mati, maka kalian akan mendapatkan negeri Palestina dengan cuma-cuma".
Ternyata, jawaban Sultan Abdul Hamid II kepada Hertzl membuat ia gerah. Kemudian ia bersumpah akan menghilangkan Kekhalifahan Turki Utsmani (baca: Islam) dengan cara apa pun.
Setelah dengan cara kekerasan dan peperangan mengalami kegagalan, Hertzl menggunakan cara spionisasi dan penghancuran dari dalam. Dijadikanlah tokoh fenomenal baru yang sedang naik daun, Mustafa Kemal Ataturk sebagai 'boneka'nya.
Mulailah upaya penghancuran kekhalifahan Turki Utsmani (baca: Islam) dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Kriminalisasi terhadap Sultan Abdul Hamid II selaku pemimpin ummat Islam sedunia. Sultan Abdul Hamid difitnah sebagai koruptor, tukang kawin, diktator dan lain sebagainya. Upaya kriminalisasi ini dilakukan dengan gencar memberitakan fitnah melalui koran-koran pada zamannya saat itu.
2. Perekayasaan sejarah Islam terutama sejarah kekhalifahan Turki Utsmani. Dan rekayasa sejarah ini dibagikan secara masif berupa buku bacaan yang disebar di seluruh negeri muslim saat itu.
3. Menyebarkan citra buruk terhadap Islam. Bahwa Islam itu adalah identik dengan kekerasan dan lainnya. Sehingga masyarakat awam terpedaya bahwa agama adalah tidak penting, yang penting adalah bukti 'kebaikannya' di masyarakat.
4. Dimunculkan paham liberal yang membenarkan semua agama yang berkedok toleransi, hak asasi manusia dan lainnya.
5. Mengidentikkan Islam dengan Arab. Sehingga dijadikan opini umum bahwa Islam adalah Arab dan Arab adalah Islam. Selanjutnya dihembuskan bahwa kebiasaan buruk masyarakat Arab adalah merupakan ajaran Islam.
6. Masyarakat dijauhkan dari nilai-nilai keislaman. Sekolah-sekolah agama dianggap tidak modern dan ketinggalan zaman. Sementara sekolah-sekolah liberal yang menghilangkan simbol bahkan pelajaran agama disebut sebagai sekolah modern.
7. Dimunculkan tokoh dari 'beragama Islam' namun tidak berpemikiran Islam.
8. Penguasaan media/pers. Jika pers orang-orang kafir di Eropa berbicara, maka pers-pers di Kairo harus menyuarakan seperti itu juga.
9. Mengeluarkan stigma bahwa antara politik dan kekuasaan tidak ada hubungan atau tabu jika bergandengan dengan Islam. Islam adalah sakral, yang hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan saja.
10. Dan cara lain yang sejenis.
Dan hasilnya, perlahan namun pasti, kekuatan politik Islam melemah. Puncaknya, tahun 1923 Mustafa Kemal Ataturk pun berhasil 'merebut' tampuk kekuasaan Turki saat itu. Dan setahun kemudian, kekhalifahan Turki Utsmani sebagai representasi kepemimpinan umat. Islam sedunia pun runtuh. Dan sudah bisa ditebak kemudian, Palestina pun jatuh ke tangan Zionis dan segera mendeklarasikan negara Israel.
Apa hubungannya dengan Indonesia? Jika kita mau jujur dan memperhatikan, apa yang sedang dialami oleh ibu pertiwi, terutama umat Islam bangsa Indonesia saat ini adalah bahwa kita sedang dalam skenario global yang sama persis dengan proses sekulerisasi Turki tahun 1900-an dulu.
Kita ingat banyak tokoh Islam Indonesia dikriminalisasi dengan korupsi, kekerasan, perkawinan dan lainnya. Lembaga dan organisasi-organisasi Islam dicekoki dengan ego organisasi dan atau penghancuran citranya. Penguasaan media ditambah dengan rekayasa berita. Dimunculkannya tokoh-tokoh boneka yang mendadak 'pro rakyat' dan seterusnya dan seterusnya. Skenarionya sama persis kan?
Pertanyaannya kemudian adalah apakah ini adalah kebetulan?
“Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (QS al-Anfal [8]: 30)
“Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri.” (QS Fathir [35]: 43)
Sumber: Peduli Fakta
Slogan di atas sekilas adalah mungkin bermakna memurnikan Islam, atau upaya mengembalikan Islam kepada keasliannya (ashalah-nya). Dan tafsir ini memang yang dikehendaki untuk berkembang di masyarakat awam. Padahal, tafsir si pembuat slogan di atas berbeda.
Mustafa Kemal Ataturk (mantan panglima perang kekhalifahan Turki Utsmani di wilayah Anatolia pada Perang Dunia I antara Kehalifahan Utsmani dan Jerman melawan Inggris, Yunani dan Rusia) yang membuat slogan di atas. Dasar tujuannya adalah memisahkan Islam dengan politik (baca: negara/kekuasaan).
Lalu, untuk mewujudkan impiannya membangun Turki yang modern apakah Ataturk menggunakan cara-cara yang kasar? Revolusi atau kudeta misalnya? Tidak.
Ataturk muncul pada awalnya adalah sebagai 'orang biasa'. Ia kemudian bergabung dengan militer kekhalifahan Utsmani. Gaya kepemimpinannya yang khas, revolusioner, berani, ahli strategi perang dan lainnya, menjadikan karirnya di militer mengalami kecemerlangan. Ia adalah sosok yang menonjol, sehingga rakyat Turki Utsmani saat itu memandang dia sebagai tokoh yang fenomenal.
Ternyata, kefenomenalannya bukan sebuah hal yg alami. Fenomenalnya Ataturk ternyata by designed. Setidaknya, Inggris dan Yahudi-lah yang meng-create seorang Mustafa Kemal Ataturk untuk kemudian menjadi duri dalam daging kekhalifahan Turki Utsmani saat itu.
Masih ingat tentang pernyataan Sultan Abdul Hamid II terhadap permintaan Hertzl (Bapak Zionisme Internasional) dan Inggris untuk menyerahkan wilayah Palestina? Bahkan ia ditawari uang sebesar 150 juta dinar emas (sekitar 270 Trilyun Rupiah), ditawarkan mengenai pelunasan 'hutang negara' yang cukup besar saat itu, juga pendirian Universitas Daulah Utsmaniyah di Palestina dan bantuan armada laut. Ya, jawaban Sultan Abdul Hamid II adalah sebagai berikut:
"Sesungguhnya andaikata tubuhku disayat-sayat dengan pisau atau salah satu anggota badanku dipotong maka itu lebih aku sukai dari pada aku perkenankan kalian tinggal di bumi Palestina yang merupakan negara kaum muslimin. Sesungguhnya bumi Palestina telah direbut dengan pengorbanan darah. Dan sekali-kali bumi itu tidak akan dirampas dari mereka melainkan dengan pertumpahan darah. Dan sungguh Allah telah memuliakanku sehingga dapat berkhidmat kepada agama Islam selama tiga puluh tahun. Dan aku tidak akan mencoreng sejarah para leluhurku dengan aib ini".
Kemudian Sultan Abdul Hamid II melanjutkan, "Simpanlah uangmu itu hai Hertzl! Jika Abdul Hamid telah mati, maka kalian akan mendapatkan negeri Palestina dengan cuma-cuma".
Ternyata, jawaban Sultan Abdul Hamid II kepada Hertzl membuat ia gerah. Kemudian ia bersumpah akan menghilangkan Kekhalifahan Turki Utsmani (baca: Islam) dengan cara apa pun.
Setelah dengan cara kekerasan dan peperangan mengalami kegagalan, Hertzl menggunakan cara spionisasi dan penghancuran dari dalam. Dijadikanlah tokoh fenomenal baru yang sedang naik daun, Mustafa Kemal Ataturk sebagai 'boneka'nya.
Mulailah upaya penghancuran kekhalifahan Turki Utsmani (baca: Islam) dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Kriminalisasi terhadap Sultan Abdul Hamid II selaku pemimpin ummat Islam sedunia. Sultan Abdul Hamid difitnah sebagai koruptor, tukang kawin, diktator dan lain sebagainya. Upaya kriminalisasi ini dilakukan dengan gencar memberitakan fitnah melalui koran-koran pada zamannya saat itu.
2. Perekayasaan sejarah Islam terutama sejarah kekhalifahan Turki Utsmani. Dan rekayasa sejarah ini dibagikan secara masif berupa buku bacaan yang disebar di seluruh negeri muslim saat itu.
3. Menyebarkan citra buruk terhadap Islam. Bahwa Islam itu adalah identik dengan kekerasan dan lainnya. Sehingga masyarakat awam terpedaya bahwa agama adalah tidak penting, yang penting adalah bukti 'kebaikannya' di masyarakat.
4. Dimunculkan paham liberal yang membenarkan semua agama yang berkedok toleransi, hak asasi manusia dan lainnya.
5. Mengidentikkan Islam dengan Arab. Sehingga dijadikan opini umum bahwa Islam adalah Arab dan Arab adalah Islam. Selanjutnya dihembuskan bahwa kebiasaan buruk masyarakat Arab adalah merupakan ajaran Islam.
6. Masyarakat dijauhkan dari nilai-nilai keislaman. Sekolah-sekolah agama dianggap tidak modern dan ketinggalan zaman. Sementara sekolah-sekolah liberal yang menghilangkan simbol bahkan pelajaran agama disebut sebagai sekolah modern.
7. Dimunculkan tokoh dari 'beragama Islam' namun tidak berpemikiran Islam.
8. Penguasaan media/pers. Jika pers orang-orang kafir di Eropa berbicara, maka pers-pers di Kairo harus menyuarakan seperti itu juga.
9. Mengeluarkan stigma bahwa antara politik dan kekuasaan tidak ada hubungan atau tabu jika bergandengan dengan Islam. Islam adalah sakral, yang hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan saja.
10. Dan cara lain yang sejenis.
Dan hasilnya, perlahan namun pasti, kekuatan politik Islam melemah. Puncaknya, tahun 1923 Mustafa Kemal Ataturk pun berhasil 'merebut' tampuk kekuasaan Turki saat itu. Dan setahun kemudian, kekhalifahan Turki Utsmani sebagai representasi kepemimpinan umat. Islam sedunia pun runtuh. Dan sudah bisa ditebak kemudian, Palestina pun jatuh ke tangan Zionis dan segera mendeklarasikan negara Israel.
Apa hubungannya dengan Indonesia? Jika kita mau jujur dan memperhatikan, apa yang sedang dialami oleh ibu pertiwi, terutama umat Islam bangsa Indonesia saat ini adalah bahwa kita sedang dalam skenario global yang sama persis dengan proses sekulerisasi Turki tahun 1900-an dulu.
Kita ingat banyak tokoh Islam Indonesia dikriminalisasi dengan korupsi, kekerasan, perkawinan dan lainnya. Lembaga dan organisasi-organisasi Islam dicekoki dengan ego organisasi dan atau penghancuran citranya. Penguasaan media ditambah dengan rekayasa berita. Dimunculkannya tokoh-tokoh boneka yang mendadak 'pro rakyat' dan seterusnya dan seterusnya. Skenarionya sama persis kan?
Pertanyaannya kemudian adalah apakah ini adalah kebetulan?
“Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (QS al-Anfal [8]: 30)
“Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri.” (QS Fathir [35]: 43)
Sumber: Peduli Fakta