Welcome to Kavtania's Blog

Melewati sisi waktu yang tak terhenti, bernaung dalam ruang yang tak terbatas, untuk sebuah pemahaman yang tak berujung ...
Follow Me

ISLAM MEMULIAKAN DAN MEMPERJUANGKAN BURUH



By  Kavtania     09:19    Labels:,,, 


"Janganlah kamu mengatakan: Ini adalah budak lelakiku dan ini adalah budak perempuanku ; tetapi hendaklah kamu mengatakan: Ini adalah putra-putriku". (HR.Muslim)

“Kita tidak boleh meletakkan pekerja sebagai faktor produksi, efisiensi, serta penarik investasi saja. Karena itu harus dipastikan bahwa revisi undang-undang dan regulasi tenaga kerja, pekerja sebagai karyawan harus mendapatkan penghasilan yang layak sesuai dengan apa yang dilakukannya. Dalam model ekonomi, upah riil itu harus sesuai dengan produktivitas,” (Susilo Bambang Yudhoyono. Kompas, 02 April 2006)

Berikut adalah salah satu tulisan menarik tentang KONSEP PERBURUHAN dalam ISLAM dari Muhammad Maksum. Semoga bermanfaat.

A. Pendahuluan
Islam hadir di muka bumi menawarkan sistem social yang adil dan bermartabat. Salah satu sistem yang ditawarkan Islam adalah sistem perpekerjaan, yang di dalamnya mencakup di antaranya hubungan majikan pekerja dan pengupahan.

Islam memiliki prinsip-prinsip yang memandu dalam hubungan perpekerjaan ini, antara lain prinsip; kesetaraan (muswah) dan keadilan (adlah). Prinsip kesetaraan menempatkan majikan dan pekerja pada kedudukan yang sama atau setara, yaitu sama-sama sebagai pihak yang langsung membutuhan dan menyerahkan apa yang dimiliki baik dalam bentuk tenaga maupun upah. Pada saat menentukan hak dan kewajiban masing-masing didasarkan pada asas kesetaraan, sebagaimana QS. 49: 13.

Prinsip keadilan (adlah)[1] adalah prinsip yang ideal (QS. 16: 90; 7: 29; 16: 90; 42: 15). Keadilan menempatkan para pihak untuk memenuhi perjanjian yang telah mereka buat dan memenuhi semua kewajibannya (QS. 3: 17; 2: 177; 23: 8; 5: 1).

Konsep kesetaraan dan keadilan semestinya mengantarkan majikan dan pekerja kepada tujuan yang diharapkan. Tujuan yang diharapkan pekerja adalah upah yang memadai dan kesejahteraan, sedangkan tujuan dari majikan adalah berkembangnya usaha. Tujuan kedua belah pihak ini dapat terwujud manakala kedua belah pihak menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik.

Akan tetapi, praktik dan fakta perpekerjaan sekarang ini menunjukkan hubungan yang tidak seimbang antara majikan dan pekerja. Majikan, karena memiliki daya tawar yang lebih besar, sering memanfaatkan dan mengeksploitasi pekerja. Magang, trainee, dan kontrak adalah model-model eksploitasi dan tekanan majikan kepada pekerja.[2]

Lantas bagaimanakah solusi Islam atas persoalan perburuhan yang sekarang terjadi di dunia ini.

B. Pekerja: Prespektif Konvensional dan Islam
Ekonomi konvensional menempatkan pekerja sebagai salah satu factor produksi, dari empat factor produksi lainnya. Factor produksi terdiri dari; sumber daya alam, tenaga kerja, modal, dan teknologi. Bahkan ekonomi konvensional beranggapan bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam, dan tingkat teknologi yang digunakan.[3] Lebih dari itu, tingkat produksi selalu dihubungkan antara barang modal (capital) dan tenaga kerja.[4]

Pola hubungan majikan pekerja dalam ekonomi konvensional ditempatkan dapa dua ranah yang berbeda, majikan adalah pihak yang menguasai factor-faktor produksi, sementara pekerja adalah factor produksi yang berfungsi melakukan proses produksi. Hubungan kedua entitas ini tidak seimbang. Akibatnya, majikan, karena tujuan meningkatkan hasil produksi, selalu memaksimalkan kinerja tenaga kerja dan mengurangi biaya produksi dari tenaga kerja (upah).

Hubungan yang dikotomis ini merupakan salah satu pemicu dari ketegangan-ketegangan yang terjadi antara majikan dan pekerja. Ketidakseimbangan kedudukan ini berimbas pada perbedaan perlakuan yang akhirnya mempengaruhi sikap dan perilaku kedua belah pihak.

Seperti dalam ekonomi konvensional, beberapa pemikir Islam menempatkan tenaga kerja sebagai factor produksi. Yusuf Qaradhawi adalah pemikir modern yang menempatkan tenaga kerja sebagai factor produksi selain tanah (ata alam/bumi). Tanah adalah seluruh kekayaan alam yang disediakan Allah di muka bumi ini.[5] Sementara kerja bagi Qaradhawi adalah segala kemampuan dan kesungguhan yang dikerahkan manusia, baik jasmani maupun akal pikiran, untuk mengolah kekayaan alam.[6]

Pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan dengan baik dengan memperhatikan kelestariannya agar tercapai keseimbangan. Islam mengakui kepemilikan atas sumber daya alam dan pemanfaatannya baik melalui hasil yang sudah disediakan oleh alam atau melalui proses produksi melalui tenaga manusia.

Allah telah menegaskan bahwa manusia bertugas memakmurkan bumi ini dengan sebaik-baiknya. Firman-Nya menyatakan:

"Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya." (QS. Hud : 61)

Secara umum para ahli ekonomi sependapat bahwa tenaga kerja itulah produsen satu-satunya dan tenaga kerjalah pangkal produktivitas dari semua faktor-faktor produksi yang lain. Alam maupun tanah takkan bias menghasilkan apa-apa tanpa tenaga kerja.[7]

C. Hubungan Kemitraan
Islam menempatkan majikan dan pekerja dalam kedudukan yang setara, keduanya saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Hubungan keduanya adalah kemitraan dalam bekerja, majikan adalah orang yang memiliki dana dan membutuhkan kerja manusia, sementara pekerja adalah pemilik tenaga yang memerlukan dana. Keduanya saling membutuhkan, karenanya harus diatur agar masing-masing dari keduanya menjalankan tugasnya dengan baik dan mendapatkan bagiannya secara benar.[8]

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. Al-Zuhruf (43) : 32)

Karena itu, konsep Islam tentang hubungan kerja majikan pekerja adalah konsep penyewaan (ijrah). Konsep penyewaan meniscayakan keseimbangan antara kedua belah pihak, sebagai mustajir (penyewa) dan mujir (pemberi sewa). Penyewa adalah pihak yang menyerahkan upah dan mendapatkan manfaat, sedangkan mujir adalah pihak yang memberikan manfaat dan mendapatkan upah.[9]

Antara mustajir dan mujir terikat perjanjian selama waktu tertentu sesuai kesepakatan. Selama waktu itu pula, kedua belah pihak menjalankan kewajiban dan menerima hak masing-masing. Dalam akad ijrah ini, mustajir tidak dapat menguasai mujir, karena status mujir adalah mandiri, dan hanya diambil manfaatnya saja. Berbeda dengan jual beli, ketika akad selesai maka pembeli dapat menguasai sepenuhnya barang yang dibelinya.

Selain melalui konsep ijrah, hubungan kerja majikan pekerja dapat dibangun atas konsep Islam lainnya. Di antaranya:

1. Musyrakah
Konsep kemitraan lain dalam Islam melalui musyrakah, yang menempatkan kedua belah pihak dalam kedudukan yang sama, yaitu sama-sama menanggung profit and loss sharing (PLS). Keberadaan model kerja seperti ini diakui al-Quran, dalam surat 38 : ayat 24 yang artinya:

Dia (Daud) berkata sungguh dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (ditambahkan) kepada kambingnya. Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya sedikitlah mereka yang begitu. (QS. Shad (38) : 24)

Nash ini menjadi pedoman keabsahan dari musyrakah. Meski nash ini tidak menjelaskan model musyrakah, namun para ulama telah membuat model-model musyrakah, yaitu:

a. Syirkah Inan adalah kontrak dua orang atau lebih, di mana kedua pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, serta berbagi keuntungan dan kerugian bersama. Dalam syirkah ini dana ataupun system kerja dan bagi hasil tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan.

b. Syirkah Mufawadhah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih, di mana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Makna dari mufawadhah ialah jika seorang dari dua peserikat menyerahkan kepada pihak lain untuk membelanjakan hartanya, baik dengan kehadirannya atau ketidakhadirannya.

c. Syirkah abdan adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.

d. Syirkah Wujuh adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise yang baik serta ahli dalam berbisnis. Jenis kerjasam ini adalah kerjasama tanpa pekerjaan dan harta.

2. Mudhrabah
Mudhrabah adalah akad perjanjian antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati.[10] Prinsip dari konsep mudhrabah ini adalah keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnyadan kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang telah dilakukan.

3. Al-Julah
Islam juga memperkenalkan konsep kompensasi, persenan, atau hadiah. Konsep ini dikenal dalam tradisi fikih dengan istilah julah. Julah sendiri artinya adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang untuk dikarjakan. Konsep julah merupakan suatu formula pekerjaan menghasilkan sesuatu manfaat yang berkonsekuensi pada hadiah atau kompensasi. Seperti ketika seseorang mengatakan Siapa yang dapat menemukan jam tangan saya yang hilang akan mendapatkan seratus ribu rupiah.

Dengan konsepsi seperti ini, julah bukanlah sebuah perjanjian melainkan suatu konsekuensi. Karena itu julah hanya membutuhkan ijab, yaitu siapa yang dapat menemukan, tidak membutuhkan qabul. [11] Qabul di sini tidak diperlukan, karena pekerjaan ini bukanlah monopoli dari seseorang, tetapi menjadi milik siapa saja yang bersedia melakukannya. Dan merekalah yang mendapatkan jam tangan yang akan mendapat hadiah atau konpensasi.

D. Konsep Upah Islam
Upah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-iwadlu (ganti), upah atau imbalan.[12] Konsep upah muncul dalam kontrak ijrah, yaitu pemilikan jasa dari seseorang ajr (orang yang dikontrak tenaganya) oleh mustajir (orang yang mengontrak tenaga). Ijrah merupakan transaksi terhadap jasa tertentu yang disertai dengan kompensasi. Kompensasi atas imbalan tersebut berupa al-ujrah (upah).[13]

Konsep upah ini ditemukan dalam surat al-Thalq ayat 6:

kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya. (QS. al-Thalq (65) : 6)

Upah dapat berbentuk uang, barang yang berharga, atau manfaat.[14] Dalam praktik, ibu yang menyusui terkadang diberi upah dengan makanan, pakaian, atau yang lainnya. [15]

Menurut Profesor Benhamsebagaimana dikutip Afzalurrahmanupah dapat didifinisikan sebagai “sejumlah uang yang dibayarkan berdasarkan perjanjian atau kontrak oleh seorang pengusaha kepada seorang pekerja karena jasa yang ia berikan. Dengan kata lain, upah adalah harga tenaga kerja yang dibayarkan atas jasa-jasanya dalam produksi.[16]

Dalam Islam, upah merupakan salah satu unsur ijrah, selain tiga unsur lainnya; qid (orang yang berakad), ma’qd ‘alaih (barang yang menjadi objek akad), dan manfaat. Ketentuan pengupahan harus memenuhi syarat-syarat:[17]

1. Adanya kerelaan kedua belah pihak yang berakad.

2. Manfaat yang menjadi akad harus diketahui secara sempurna sehingga tidak muncul masalah di kemudian hari.

3. Objek akad itu sesuatu yang halal atau tidak diharamkan.

4. Upah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta. Bernilai (mutaqawwim) di sini dapat diukur dari dua aspek; syari dan urfi.[18]

Dalam hal besar kecilnya upah, Islam mengakui kemungkinan terjadinya dikarenakan beberapa sebab; perbedaan jenis pekerjaan, perbedaan kemampuan, keahlian, dan pendidikan, pertimbangan bukan keuangan dalam memilih pekerjaan, mobilitas tenaga yang berbeda. Pengakuan perbedaan ini didasarkan pada firman Allah Swt. dalam surat al-Zukhruf ayat 32:

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. al-Zukhruf/43: 32)

Selain upah, Islam juga memberi perhatian terhadap hak-hak buruh. Hak-hak buruh yang diakui dalam Islam di antaranya; hak kemerdekaan, yang meliputi kemerdekaan profesi, kemerdekaan melakukan kontrak, dan kemerdekaan berbicara; hak pembatasan jam kerja; hak mendapatkan perlindungan; hak berserikat; hak beristirahat (cuti); dan hak mendapatkan jaminan sosial.[19]

Hak-hak buruh/pekerja ini tidak berarti mengurangi kewajibannya untuk menjalankan pekerjaan secara maksimal dan memenuhi kontrak perjanjian. Islam menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban manusia.

E. Penutup
Di Negara-negara maju, konsep pekerja sebagai produksi tidak popular lagi karena kemajuannya telah menggeser tenaga kerja dari sector buruh ke sector jasa. Konsep ini masih diterapkan di Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Karena itulah, tepat kiranya konsep perburuhan (dan upah) dalam Islam diperkenalkan untuk menggeser konsep konvensional yang tidak adil.



Daftar Pustaka
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, (Yayasan Swarna Bhumi, 1997), cet. ke-2
Hasan, Ahmad, Nazhariyat al-Ujr fi al-Fiqh al-Islmiy, (Suria, Dr Iqr, 2002), cet. ke-1
Jaziry-al, Abdurrahman, al-Fiqh ala Madzhib al-’Arba’ah, (Kairo: Dar al-Hadis, 2004), Juz III
Mannan, M.A., Islamic Economic, Theory and Practice, (Lahpre: SH.Muhamad Ashraf, 1987)
Manurung, Prathama Rahardja Mandala, Pengantar Ilmu Ekonomi, Mikroekonomi dan Makroekonomi (Jakarta: FEUI, 2004)
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPFE, 2004)
Nahbani-al, Taqyuddin, al-Nidlm al-Iqtishd f al-Islm, terj. Moh. Maghfur Wachid, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 2002), cet. ke-7
Prasetyo, Eko, Upah dan Pekerja, (Yogyakarta: Resist Book, 2006)
Qaradhawi-al, Yusuf, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, terj Didin Hafidudin (Jakarta: Rabbani Press, 2001)
Qorashi, Baqir Sharief, Keringat Buruh, Hak dan Peran Pekerja dalam Islam, terj.(Jakarta: Penerbit Al-Huda, 2007), cet. ke-1
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, j.3, (Beirut: Dar al-Tsaqafah al-Islamiyah, t.th)
Sukirno, Sadono, Pengantar Teori Mikroekonomi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), cet. ke-20,
Syinqithi-al, Muhammad Mushthafa, Dirsah Syar’iyyah li Ahammi al-’Uqd al-Mliyah al-Mustahdatsah, (Madinah: Maktabah al-’Ulm wa al-Hikam, 2001)

* Makalah pengantar pada Seminar Nasional di STIE GICI diselenggarakan oleh P3EI UIN Jkt dan STIE GICI
** Mahasiswa S3 UIN Jkt dan Manajer Program LPPFiMES

[1] Muhammad Mushthafa al-Syinqithi, Dirsah Syar’iyyah li Ahammi al-’Uqd al-Mliyah al-Mustahdatsah, (Madinah: Maktabah al-’Ulm wa al-Hikam, 2001), hal. 57 - 59
[2] Eko Prasetyo, Upah dan Pekerja, (Yogyakarta: Resist Book, 2006), hal. 17
[3] Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), cet. ke-20, hal. 192
[4] Prathama Rahardja Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi, Mikroekonomi dan Makroekonomi (Jakarta: FEUI, 2004), hal. 87
[5] M.A. Mannan, Islamic Economic, Theory and Practice, (Lahpre: SH.Muhamad Ashraf, 1987), hal. 101
[6] Yusuf Qaradhawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, terj Didin Hafidudin (Jakarta: Rabbani Press, 2001), hal. 146
[7] Muhammad, Mikro Dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPFE, 2004), hal. 225
[8] Ahmad Hasan, Nazhariyat al-Ujr fi al-Fiqh al-Islmiy, (Suria, Dr Iqr, 2002), cet. ke-1, hal. 34 - 35
[9] Ahmad Hasan, Nazhariyat al-Ujr, hal. 22
[10] Muhammad, Ekonomi Mikro, hal. 242
[11] Baqir Sharief Qorashi, Keringat Buruh, Hak dan Peran Pekerja dalam Islam, terj.(Jakarta: Penerbit Al-Huda, 2007), cet. ke-1, hal. 159
[12] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, j.3, (Beirut: Dar al-Tsaqafah al-Islamiyah, t.th), hal. 138
[13] Abdurrahman al-Jaziry, al-Fiqh ala Madzhib al-’Arba’ah, j.3, (Kairo: Dr al-Hads, 2004), hal. 76
[14] Ahmad Hasan, Nazhariyat al-Ujr, hal. 25 27
[15] Taqyuddin al-Nahbani, al-Nidlm al-Iqtishd f al-Islm, terj. Moh. Maghfur Wachid, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 2002), cet. ke-7, hal 83
[16] Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, (Yayasan Swarna Bhumi, 1997), cet. ke-2, hal. 295
[17] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Juz 3, hal. 140
[18] Ahmad Hasan, Nazhariyat al-Ujr, hal. 40 - 45
[19] Baqir Sharief Qorashi, Keringat Buruh, hal. 235 dst

Sumber sekunder: http://p3ei.blogdetik.com/2008/07/10/buruh-dalam-islam/

About Kavtania

Skills: Multimedia Learning, Information Technology, Numerical Analysis. - Occupation: Business, Lecturer. - Employment: PT Softchip Computama Indonesia, CEO. - Official Website: www.kliksci.com. - Communities: IT Development, Midwifery Industries, Fatinistic.

No comments:

Post a Comment


Contact Form

Name

Email *

Message *

Labels

Translate

Revolusi Akal dan Hati

Melewati sisi waktu yang tak terhenti, bernaung dalam ruang yang tak terbatas, untuk sebuah pemahaman yang tak berujung ...

Total Pageviews